Kamis, 23 Mei 2019

(Bukan) Tentang Aku dan Kamu




Bismillah...


Aku hanyalah aku dan kamu hanyalah kamu. Ada sisi ke-aku-anku dan ke-aku-anmu.

Tapi kini bukan lagi tentang aku dan kamu, sebab ketika kita bersama maka ada dia [agam], dia [khilya], dia [caca] dan dia [aji]. Kehadiran mereka melebur ke-aku-an kita.


Dia yang empat menjadikan aku dan kamu menjadi kita dengan warna-warni yang menjadikannya semakin sempurna.


Kita saling melengkapi, kita saling menguatkan, kita saling mengisi, kita saling menghargai, kita saling memahami, kita saling mengerti, kita saling menjaga, kita saling menjamin dan kita saling mencinta atas namaNya, seperti ketika pertama ikrar itu kau lafalkan.


Maka kini, kisah kita bukan lagi hanya tentang aku dan kamu, tapi juga mereka. Amanah yang menjadi anugerah sekaligus penguji kita, tempat segala kasih sayang bermuara dan sumber pelestari pahala.


Di ujung pengharapan, semoga semua kisah kita berakhir pada sebuah destinasi yang kita perjuangkan di dunia, surgaNya. Aamiiin...


💞7 Mei 2001-7 Mei 2019💞


#muhasabahcinta
#anniversary
#18tahun
#kemarin
#akudankamu
#tentangkita

#latepost
#mengabadikanmoment

Sadar Bakat = Sadar Diri


                         

Bismillah...




Hidup ini adalah sebuah proses dan setiap proses mengantarkan kita pada sebuah penemuan baru yang belum kita fahami sebelumnya. Sebuah penemuan yang membuat kita sadar akan banyak hal, tentang kehidupan itu sendiri, tentang segala peristiwa yang terjadi –yang ditakdirkan terjadi- dan hikmah yang ada di dalamnya. Satu hal yang paling penting ditemukan adalah tentang diri kita. Siapa kita dan untuk apa kita diciptakan.



Penyadaran diri pada untuk apa kita diciptakan tidak akan cukup hanya dengan sadar saja. Ada hal penting yang harus bias kita temukan sebagai upaya untuk mengoptimalkan peran dalam pencitaan kita, yaitu pada sisi mana kita akan mengambil peran dan pada bagian apa kita bias memaksimalkan lakon yang kita jalani. Hal penting yang harus ditemukan adalah diri kita sendiri.

Yes… menemukan jati diri kita adalah sebuah upaya untuk menjalankan kewajiban supaya bisa berjalan dengan asyik. Mengapa demikian? Saya punya jawabannya.

Pertama, ketidakfahaman pada diri sendiri menjadikan kita tidak bias mendamaikan antara keinginan, harapan dan realita. Anggapan kita pada diri kita yang tidaksesuai keadaan bias membuat kita terlalu memaksa diri kita sendiri, menjadikan over estimate maupun under estimate. Kondisi ini yang kemudian berbahaya karena bias membawa pada suasana yang tidak nyaman hingga stress.

Hal sama yang saya rasakan ketika begitu banyak hal yang ingin saya lakukan tanpa melihat apakah saya punya kemampuan di sana. Hal ini menjadikan saya over push to my self yang kadang justru berujung pada mellow yang takberkesudahan. Ketika ada hal yang baru, selalu ingin saya mencoba dan ambil peran di sana, namun ketika kemudian saya tidak bias memainkan peran itu dengan baik, maka yang pertama kali muncul adalah blame in my self. Menyalahkan diri sendiri, mengapa saya tidak bisa? Hal itu terus saja berulang dan berulang sehingga jamak membuat saya pada kondisi tertekan. It’s true…

Ketika itu saya berkeyakinan bahwa jika ada kemauan pasti ada jalan, yap, itu benar. Kemauan adalah modal utama yang harus kita miliki ketika ingin menjalankan peran kita. Tapi bagaimana peran itu dijalankan? Hanya sebagai penggugur kewajiban atau ingin menjalankan dengan excellent? Maka di situlah kemampuan berperan. Maka jika ingin bisa menjalankan peran dengan baik, kemauan saja tidak cukup, ada porsi kemampuan yang harus kita perhatikan. Di sinilah kemudian kesadaran akan memampuan itu sangat diperlukan. Kefahaman pada kemampuan diri sendiri harus ada. Bagaimana caranya? Ada edisi dimana saya akan mengupasnya.

Kedua, setelah kita bisa menemukan jati diri dan faham pada kemampuan kita maka akan menbuat kita bisa lebih bijak memilih peran yang akan kita jalankan. Memilih peran yang tepat sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Kemampuan pun tidak akan bisa terolah dengan baik ketika kita tidak memahami kekuatan dan kelemahan kita, yang dalam sebuah kata ringkas disebut BAKAT.  Memahami apa kekuatan dan dimana kelemahan kita akan memudahkan kita dalam menemukan dimana potensi yang bisa mengungkit kita lebih berprestasi. Ibarat filosofi yang mengatakan “asahlah kapak pada sisi tajamnya”, maka memahami kekuatan kita dan fokus pada kekuatan tersebut menjadikan kita mengasah kemampuan kita pada sisi tajam kita.

Jika kita sudah bisa memilih peran yang tepat sesuai dengan kekuatan yang kita miliki, maka insyaAlloh kita bisa menjalankan peran tersebut dengan enjoy dan bisa membuat kita lebih bijak meninggalkan peran yang tidak sesuai dengan bakat kita. Inilah yang kemudian bisa dikatakan bahwa sadar akan bakat kita bisa menjadikan kita sadar diri. Tidak memaksakan diri mengambil peran pada hal yang tidak sesuai dengan kemampuan kita.

Mari, fahami bakat kita, fahami kekuatan kita dan abaikan kelemahan kita. Bagaimana caranya? Bersambung di edisi selanjutnya.


=may.2019.=






Senin, 22 Oktober 2018

8 Point dalam Ta'aruf Sepanjang Masa



Bismillah...

Masih di Bulan Mei, di mana banyak cerita berawal di bulan ini, rasa-rasanya ingin sekali menulis kisah tentang kita. Bukan apa-apa, semata-mata sebagai sarana muhasabah, menyelami kehidupan yang sudah kita jalani bersama dengan berbagai dinamikanya.

Kisah kita tidak sama dengan kebanyakan orang yang saling mengenal terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah. Kalau kita, boro-boro cinta, mengenal saja hanya sebatas tahu sosok dan nama. Hanya satu yang kita jadikan modal awal untuk memasuki gerbang pernikahan yaitu keyakinanku padamu bahwa kau adalah laki-laki sholih dan keyakinanmu kepadaku bahwa aku adalah wanita sholihah (insya Alloh).

Yup, kita mengawalinya tanpa cinta, bahkan taaruf secara mendalam baru kita lakukan setelah ijab qobul diikrarkan. Itulah awal perjalanan rumah tangga kita. Hanya berbekal keyakinan kepada Alloh bahwa cinta itu akan tumbuh begitu janji suci itu diikrarkan. Ajaibnya itulah yang terjadi. Benik-benik itu muncul seiring dengan waktu interaksi yang kita bangun. Bisa jadi seperti kata pepatah jawa, witing tresno jalaran soko kulino.

Sungguh ketika itu keyakinan kami tinggi bahwa semua akan berjalan lancar tanpa ada kendala. Apakah demikian? Tentu saja tidak. Bohong ketika saya mengatakan taaruf dalam pernikahan kami sama sekali tidak ada kendala. Tapi apapun kendala itu, saya selalu ingat pesan ummi ketika melepas saya memasuki gerbang pernikahan. "Nok, dalam pernikahan selalu ada hal baru yang akan kau temukan dan selalu ada cobaan yang akan menguji kesungguhan dan keikhlasan kita. Dan lima tahun pertama adalah tahun-tahun yang berat, penuh penyesuaian. Jika kamu berhasil melewati lima tahun pertama maka akan lebih mudah bagimu menjalani tahun-tahun berikutnya." Wejangan ummi begitu membekas dalam ingatan dan benar-benar menjadi pegangan.

Jangankan menikah dengan orang yang baru dikenal, menjalani magligai dengan pacar yang sudah berkomitmen (pacaran) selama puluhan tahun pun tidak menjamin nahkoda itu akan terus berlayar dan tidak karam.

Maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya dalam menjalankan proses taaruf dengan pasangan:

1. Buka pintu untuk memahami
Setiap individu adalah spesial dan tidak pernah sama, meski dia kembar siam sekalipun. Maka wajar jika dua individu yang bersatu dalam pernikahan itu memiliki perbedaan. Bagaimana pun, Anda dan pasangan dibesarkan dengan latar belakang berbeda sehingga jika ada perbedaan adalah hal yang biasa. Berbeda kebiasaan, berbeda cara pandang, berbeda tutur kata bahkan berbeda kesukaan. Untuk menghadapi perbedaan, kuncinya hanya satu, memahami. Buka pintu dan berikan ruang yang luas untuk memahami dan mau belajar memahami setiap perbedaan yang muncul. Mengenal pasangan kita berarti menyiapkan diri untuk memahami apa adanya dia.

2. Buka hati untuk ketidaksempurnaan
Sebagaimana perbedaan, maka tidak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah semata. So, buka hati seluas-luasnya untuk ketidaksempurnaan. Ada satu strategi supaya tidak mudah jatuh pada kekecewaan yang mendalam, yaitu jangan terlalu membayangkan figur yang sempurna pada pasangan. Ingat, menerima ketidaksempurnaan adalah upaya juga untuk mengenal pasangan kita dan menerima dia seutuhnya dalam ketidaksempunaan yang ada.

3. Buka hati untuk memaafkan
Pun tidak ada satupun orang yang luput dari kesalahan. Fahami itu. Laksana Rasul bersabda, "al insanu mahallul khoto wannisyani." Yup, betul sekali, manusia itu tempatnya salah dan lupa. Manusia bukanlah malaikat yang tidak punya nafsu, demikian pula pasangan hidup kita. Kali-kali ada kesalahan yang dibuat, maklumi saja. Ahai...serasa mudah ya menulisnya namun susah menjalankannya. Tapi percayalah, memiliki hati yang mudah memaafkan akan lebih memudahkan perjalanan pernikahan Anda. Perlu belajar dan terus belajar untuk bisa memaafkan. Asalkan kesalahan itu tidak fatal dan membuat kita sesat, maka perlu diberikan ruang untuk pintu maaf. Untuk yang satu ini asli berat, tapi perlu dicoba demi kelanggengan biduk kita.

4. Aja kagetan aja gumunan
Pernah dengar ungkapan dalam bahasa jawa yang mengatakan "dadi wong jawa ki aja kagetan aja gumunan" alias jadi orang tidak tidak boleh gampang kaget dan gampang terkagum-kagum. Artinya, dunia ini dinamis dan kondisi terus berubah, kesiapan kita menerima perubahan yang terjadi akan membuat kita mudah menyesuaikan diri. Demikian juga dalam kehidupan rumah tangga. Hal-hal baru pasti akan kita temui sepanjang proses taaruf kita, bahkan hal baru yang di luar dugaan kita. Maka siapkan diri Anda untuk menerima segala kemungkinan tersebut.

5. Fokus pada tujuan yang kekal
Keluarga adalah surga dunia. Memiliki keluarga yang bahagia adalah kenikmatan yang ingin didapat semua orang karena dengan begitu kita bisa nyicil merasakan indahnya surga. Tapi ingat, bahwa segala apa yang ada di dunia adalah sementara dan surga yang sesungguhnya ada di akhirat kelak. Jadi, ketika kebahagiaan di dunia adalah tujuan akhir kita, maka sebagaimana sifat dunia, kebahagiaan itu akan bersifat sementara. Lalu bagaimana jika menginginkan kebahagiaan yang kekal? Maka fokuslah pada tujuan yang kekal pula itu "the real jannah." Jika kita fokus pada tujuan yang kekal yaitu surga-Nya, insya Allah kekuatan untuk memperjuangkan tujuan itu akan semakin kuat. Apabila yang kita perjuangkan hanya dunia, maka jika alasan yang kita perjuangkan tersebut hilang maka mudah pula bagi kita untuk menyerah seiring dengan hilangnya tujuan tersebut. Proses taaruf kita juga sama. Tetapkan bahwa kita ingin menjadi keluarga tidak hanya di dunia namun juga surga, maka proses taaruf masih panjang dan paling tidak tujuan kita kekal dan layak untuk diperjuangkan.

6, 7 dan 8. Doa, doa dan Doa.
Ketika segala upaya yang kita lakukan sudah maksimal, jangan lupakan satu kata tempat kita menggantungkan segalanya, yaitu DOA. Bisa jadi, ketika segala pertolongan sudah tidak bisa kita dapatkan, satu-satunya yang bisa menolong kita adalah DOA yang kita panjatkan kepada Allah SWT. Itulah sebabnya mengapa pula DOA spesial mendapatkan tiga point karena di balik semua ikhtiar yang kita lakukan, jangan pernah melupakan DOA.

Nah, meski pernikahan kita sudah berlangsung puluhan tahun bukan berarti proses taaruf kita selesai. Proses akan terus berlanjut sepanjang usia kita dan semoga Alloh mengumpulkan kembali bersama keluarga kita di surga-Nya.

Semoga proses taaruf kita dengan pasangan resmi kita bisa terus berjalan lancar. Tidak seperti posting tulisan ini yang inspirasi awal muncul di bulan Mei namun penyelesaiannya butuh waktu lamaaa hingga baru bisa tayang di bulan Oktober. Olala....

^22 Oktober 2018^

Rabu, 10 Oktober 2018

"Customer is NOT a king anymore"

Beberapa waktu lalu menghadiri undangan Temu Relasi dari Bank Indonesia dan salah satu acaranya cukup keren yaitu motivasi tenang service excellent dari coach Tjia Irawan. Salah satu hal yang disampaikan Tjia membantah asumsi yang selama ini banyak dipahami orang sebagai kunci pelayanan yaitu customer adalah raja. Menurut Tjia, adalah salah menempatkan klien sebagai raja karena kita bukanlah budaknya.

"Menurut saya, tidak tepat jika kita masih menganggap bahwa pelanggan  adalah raja. Customer is not a king, because we are not a slave," ujat Tjia. Memang dari sisi definisi, servis dari bahasa latin servitium dari kata slave aka budak. Namun melakukan fungsi pelayanan bukan berarti nemempatkan diri kita pada posisi budak. 

Menempatkan konsumen pada posisi raja, berarti memberikan pelayanan maksimal kepadanya tanpa mengharapkan feed back darinya, bahkan tidak ada kewajiban darinya untuk membayar.

Lalu siapakah konsumen itu? Menurut Tjia, konsumen adalah seseorang yang membutuhkan bantuan kita untuk menyelesaikan masalah mereka. "Maka kita hadir bukan sebagai pelayanan namun sebagai teman yang bisa memberikan mereka saran atas permasalahan yang mereka hadapi."

Tjia juga mengatakan ada enam tingkatan dalam servis, yaitu:

1. Criminal, yaitu memberikan layanan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Misal: janji memberikan bonus ternyata bonus tidak diberikan.

2. Basic, yaitu layanan yang diberikan berada di bawah standar atau yang diharapkan. Misal : pesan makanan di restoran datangnya lama atau rasanya tidak enak.

3. Expected, yaitu layanan yang akan diterima sudah dapat diduga sebelumnya, standar, tidak ada yang spesial.

4. Desire, yaitu layanan yang diberikan melampaui harapan costumer. Misal: klien ultah dikasih kado.

5. Surprising, yaitu layanan yang diterima benar-benar melampaui apa yang diharapkan dan disampaikan dengan kejutan yang menyenangkan.
Untuk layanan yang satu ini dicontohkan kisah penumpang yang bajunya ketumpahan teh, tidak hanya mendapat permintaan maaf dari pramugari tapi juga seluruh awak pesawat dan mendapat ganti tiket penerbangan.

6. Unbelievable, yaitu layanan yang diberikan selalu di luar dugaan dan mengejutkan.
Untuk layanan yang satu ini dicontohkan maskapai penerbangan yang bisa menunda penerbangan dikarenakan menunggu penumpang yang ingin menemui ibunya yang sedang dalam kondisi kritis.

So...ditingkat mana pelayanan yang sudah kita berikan? Evaluasi di tangan kita masing-masing.[]The End






Selasa, 08 Mei 2018

17 Tahun Muhasabah Cinta


Bismillah...

Mei selalu menjadi sesuatu buatku karena paling banyak moment penting terjadi di bulan ini, termasuk moment bersejarah ketika separuh dien ini tergenapkan. Sebuah peristiwa besar yang terjadi di luar rencana dan bisa terjadi semata karena skenario Alloh yang luar biasa. Skenario yang tetap menjadi misteri hingga peristiwa itu terjadi. Kali ini, bertepatan dengan muhasabah cintaku ke 17 kisah itu akan kututurkan.

Sama sekali tidak menduga hari itu akan terjadi peristiwa yang meluluhkan hati, menguji sebuah niatan hanya untuk Alloh semata. Ketika ikhtiar yang selama ini diusahakan, tiba-tiba mendapatkan jawaban dari Alloh dengan jalan yang tidak terduga-duga.

Yap, hari itu, rombongan keluarga (calon) suami datang ke rumah dengan tujuan untuk melakukan khitbah (lamaran) dan melakukan musyawarah rembug tuwo. Sekian waktu berjalan, pembicaraan masih terus berputar tanpa menemukan titik temu tentang kapan akad nikah dan tasyakuran akan dilaksanakan. 

Ketika masih saling menimbang, tiba-tiba abah (panggilan saya untuk kakek) menanyakan satu pertanyaan yang tidak pernah diduga namun menjadi jawaban atas semuanya. "Kalau menikah sekarang, apakah kamu siap?" Entah mendapatkan kekuatan dari mana, segera (calon) suami menjawabnya dengan satu kata, "SIAP."

Aku sendiri tidak bisa menggambarkan perasaanku saat itu yang bercampur aduk jadi satu, antara takut, kaget, bingung dan ragu. Serta merta, kuambil hp dan berlari ke belakang rumah untuk menelpon guruku. Lagi-lagi, jawaban yang kudapatkan atas kegalauan hatiku kembali di luar dugaan. "Alhamdulillah, mungkin ini jawaban Alloh atas doa-doa selama ini dengan dimudahkan dan disegerakan prosesnya," ujar beliau yang membuat hati ini mantap kembali ke ruang keluarga tempat rembug tuwo diadakan dan memberikan jawaban, "YES, I DO."

Maka terjadilah peristiwa itu. Sebuah prosesi pelafalan janji suci berlangsung dengan syahdu dan penuh keharuan. Hanya berjarak dua pekan dari pertama kali proses taaruf. Tidak ada satupun yang mampu kulakukan kecuali sujud syukur dengan linangan air mata. Pun ketika bersimpuh, sungkem kepada orangtua. Doa-doa mereka semakin meyakinkan hati, ini adalah jalan yang diridhoi-Nya. 

Kini suamiku, 17 tahun sudah berlalu, dengan anugerah empat amanah yang mengisi hari-hari kita. Warna-warni dilalui bersama. Ada suka, ada duka. Ada tawa dan air mata. Ada sedih dan bahagia, semua adalah keniscayaan hidup. Semoga sakinah, mawaddah wa rahmah senantiasa dilimpahkan Alloh dalam perjuangan kita mengokohkan bangunan cinta setiap detiknya. 

Janji suci yang sudah terikrar berpuluh tahun yang lalu, selalu kumohonkan kepadaMu dan doa robithoh yang tak henti kupanjatkan kepada-Mu. "Ya Alloh, kuatkanlah ikatan kesatuannya, kekalkanlah kecintaanya, tunjukilah jalannya, penuhilah ia dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup. Lapangkanlah dadanya dengan pancaran iman kepada-Mu dan tawakal yang baik kepada-Mu."

Dan dari semua hal istimewa yang telah kita lalui bersama, hanya satu kalimat yang terus terlintas di tahun ini; "Maka nikmat Alloh manakah yang kamu dustakan?"

*07 Mei 2001 - 07 Mei 2018*

Menunggu Anak Saat Penjemputan, Ini Hasilnya

     Bulan September kemarin bisa dikatakan masa jeda bagiku, karena sudah rehat dari kantor lama dan belum mulai menjalankan tugas di kanto...