Belajar Tulus

Bismillah...

"TULUS"

Satu kata yang dalam dua hari belakangan terus membuat diri ini resah bin galau sekaligus berpikir ternyata  selama ini saya tidak tulus dalam melakukan sesuatu dan selalu ingin melihat hasil nyata dari apa yang saya lakukan.

Konklusi ini saya dapatkan setelah menjalani diskusi yang cukup panjang dengan seorang partner kerja dan mengingatkan saya untuk mengoreksi kembali niat saya dalam melakukan tindakan, sebaik apapun hasil yang kita harapkan.

"Selama ini mbak intan masih berada pada pola kerja transaksional. Jika melakukan sesuatu harus mendapatkan hasil yang langsung kelihatan. Padahal tidak semua usaha yang kita lakukan akan langsung memberikan dampak nyata. Hasilnya mungkin baru bisa dilihat entah berapa waktu ke depan." Begitu kira-kira perkataan bijak dari partner kerja saya yang luar biasa bisa menjadikan saya melakukan introspeksi diri.

Yups, ungkapan itu disampaikan ke saya setelah kita berdiskusi tentang keseharian yang kami hadapi. Sekian waktu mengemban amanah ini dan melakukan berbagai program dan strategi, rasa-rasanya kok saya belum bisa melihat perubahan yang saya harapkan. Apakah apa yang sudah coba saya upayakan tersebut tidak memberikan makna bagi mereka? Apakah yang sudah saya lakukan ini tidak ada artinya apa-apa?

Lalu saya tersadar bahwa mengharapkan adanya perubahan (meski itu perubahan positif) dari sebuah upaya yang kita lakukan itu ternyata tidak ada bedanya dengan menginginkan hasil yang diistilahkan partner saya tadi sebagai pola kerja transaksional.

Padahal yang saya harapkan, adalah sesuatu yang positif yaitu membuat semua bahagia, membuat semua nyaman, happy dan memberikan dampak positif dalam semangat beraktivits. Ah, semoga ini bukan sekadar pembelaan diri. Tapi sungguh, setiap apa yang saya lakukan, tidak ada satu pun yang memiliki niat buruk. Namun selurus apapun niat itu, saya merasa tidak semua pihak bisa menerima dengan baik. Hiks...sedih tiada tara.

Maka mulailah masalah masuk ke ranah rasa. Memang tidak mudah jika membahas masalah rasa. Tidak ada satu indikator pun yang bisa menjadi ukuran tentang rasa dan tidak mungkin membuat semua orang memiliki rasa yang sama.

Dan rasa adalah hal yang tidak bisa dipaksakan. Kejadian yang sama belum tentu dirasakan sama juga oleh semua orang, tergantung pengalaman dan latar belakangnya.

Trus bagaimana dong? Haruskan masih berharap orang lain memberikan feed back yang sama?  Ah, mungkin benar kata teman saya, bahwa saya masih berpegang pada pola kerja transaksional. Mengapa tidak mulai merubah pola saya, atau merubah target saya sehingga apapun yang saya terima atas kebaikan yang telah saya lakukan, tidak akan merubah dan melongsorkan semangat saya untuk terus melakukan kebaikan.

Do good, always good, for good...no matter what. Bismillah...




Wallahu'alam bishowab...

Komentar

Postingan Populer