Kamis, 29 Juni 2017

Berdamai dengan kecewa

Bismillah...


Tuhan Dulu Pernah Aku Menagih SimpatiKepada Manusia Yang Alpa Jua ButaLalu Terheretlah Aku Dilorong GelisahLuka Hati Yang Berdarah Kini Jadi Kian Parah

Semalam Sudah Sampai KepenghujungnyaKisah Seribu Duka Ku Harap Sudah BerlaluTak Ingin Lagi Kuulangi KembaliGerak Dosa Yang Menghiris Hati
Tuhan Dosaku Menggunung TinggiTapi Rahmat-Mu Melangit LuasHarga Selautan SyukurkuHanyalah Setitis Nikmat-Mu Di Bumi
Tuhan Walau Taubat Sering KumungkirNamun Pengampunan-Mu Tak Pernah BertepiBila Selangkah Kurapat Pada-MuSeribu Langkah Kau Rapat Padaku
(Mengemis Kasih, Raihan)
Entah kenapa nasyid jadul yang akrab di telinga ketika masa-masa awal kuliah dulu kembali terlintas di benak dalam beberapa waktu terakhir. Seolah mengajak diri ini untuk menelaah lagi makna yang tersirat dari syair lagu tersebut. Makna yang tanpa disadari demikian dekat dengan keadaan yang belakangan memberikan warna dalam perjalanan diri.
Menjadi manusia yang sadar dengan ketidaksempurnaan tentunya menjadikan kita menjalani kodrat sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Namun seringkali, kelemahan itu menjadikan kita berharap kepada manusia, baik itu di lingkup terdekat kita pada keluarga, rekan-rekan kerja maupun masyarakat tempat tinggal kita.
Namun kadang, harapan yang kita terlalu berlebihan sehingga jika harapan tidak tercapai maka kita mudah untuk kecewa. Dan ketika kekecewaan bertumpuk dengan kekecewaan maka rasa sakit akan mendera. Keadaan akan semakin parah jika belum kering luka kecewa yang lama ditambah dengan rasa kecewa baru yang mendera. ow..ow..ow..sakitnya tuh di sini....
Nah, bagaimana supaya kita tidak mudah didera sakit karena kecewa?Resep yang paling ampuh adalah jangan terlalu berharap kepada manusia, gantungkan semua harapan hanya kepada Alloh SWT semata. Jika kita sudah melakukan usaha yang terbaik, maka pasrahkan semua hasil akhirnya kepada Alloh SWT. Senantiasa  berkhusnudzon bahwa apapun hasil akhir yang didapat, itulah yang terbaik dari Alloh karena Alloh tidak akan mengecewakan kita. Hasil akhir yang diberikan Alloh adalah yang terbaik untuk kita.
Lalu kepada sesama manusia, teruslah berbuat kebaikan meskipun kita dikecewakan. 
Terakhir, mengutip ungkapan Ust Ida Nur Laila dalam grup Parenting, yakinlah janji Allah, bahwa balasan kebaikan adalah kebaikan. Cepat atau lambat. Allah sesuai persangkaan hambanya. Allah tidak tidur dan tidak lupa. Jika orang lain enggan membalas kebaikanmu, mengabaikan dan mencibir, maka ingatlah Allah yang akan membalas. Tak perlu marah atau dendam. Tetap tersenyum dan bermuka cerah. Katakan kata-kata penduduk surga, kata-kata yang  mengandung keselamatan.
Ah...indahnya jika kita mampu berdamai dengan kecewa. Senantiasa menyandarkan diri bahwa Allohlah yang paling berkuasa atas segalanya.
5 syawal 1438 h29 juni 2017

Jumat, 23 Juni 2017

Power Syndrome

Bismillah...


Ini kisah berawal dari cerita seorang teman yang gemes dengan sebuah fenomena yang terjadi di lembaga tempat dia bekerja dimana terjadi pengunduran diri secara serempak yang dilakuan oleh rekan-rekan kerjanya karena ada kebijakan yang dirasa tidak pas yang ditetapkan untuk pemegang jabatan. Tidak enaknya lagi kebijakan tersebut ditetapkan sendiri oleh si pemegang kebijakan tersebut tanpa memperhatikan pendapat dari pihak-pihak yang terkena dampak kebijakan tersebut. Dan yang lebih tidak menyenangkan lagi adalah keputusan tersebut bersifat mutlak alias tidak dapat diganggu gugat.



"Tidak adakah forum yang bisa digunakan untuk mendiskusikan keputusan tersebut," tanyaku waktu itu. Dia hanya menggeleng kecut. Jika hanya satu dua orang yang tidak setuju dengan keputusan ini mungkin bisa dimaklumi. Tapi lain halnya jika mayoritas tidak sepakat dan keputusan itu tetap dipaksakan. Tidak ada ruang untuk dilakukan syuro karena sang pengambil keputusan merasa bahwa kebijakan yang dia ambil sudah 100% benar dan dia merasa paling berhak mengambil keputusan tersebut karena dia yang memegang jabatan sehingg dialah yang berhak memutuskan, tanpa memerlukan pertimbangan dari orang lain.


Ketika mendapati tidak ada lagi ruang untuk melakukan diskusi, maka rombongan karyawan yang harus terkena dampak menjalankan keputusan tersebut merasa berat dan akhirnya memilih untuk mengundurkan diri alias resign dari posisi mereka. Lalu apa sikap sang pengambil kebijakan? Dengan tegas (atau arogan?) dia berkata,"Silakan saja mengundurkan diri, ada banyak orang di luar sana yang berminat menduduki posisi yang Anda tinggalkan."


Gambaran di atas hanyalah satu fenomena saja. Gambaran tentang seorang yang merasa memiliki power besar dan memiliki hak untuk mengambil keputusan tanpa memedulikan pendapat orang lain. Istilah kekiniannya EGP lah "emang gue pikirin." Tanpa mengecilkan pertimbangan yang dijadikan dasar untuk mengambil keputusan tersebut, alangkah enaknya jika sebelum keputusan tersebut ditetapkan ada proses syuro yang dilakukan sehingga setiap orang bisa menerima keputusan ini dengan legowo.


Hmmm...bagaimanapun memegang amanah bernama jabatan itu berat baik mengemban amanah tersebut dengan baik maupun mempertanggungjawabkannya. Berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang bisa menyebabkan sakit hati orang lain lebih utama dilakukan, lebih bijak serta menghindari gajala power syndrome, yaitu penyakit yang menjangkiti orang yang memiliki jabatan dan kekuasaan. 


Nah, gejala apakah yang bisa dijadikan indikasi adanya power syndrome?

1. Merasa paling berkuasa
Jabatan memang menjadikan kita memiliki kekuasaan untuk memutuskan dan melakukan sesuatu. Namun hati-hati, jika rasa memiliki itu terlalu dominan bisa menjadikan kita besar kepala dan sok berkuasa.


2. Merasa paling berhak memutuskan

Bolehlah kita memiliki jabatan, namun tidak kemudian membuat kita "semena-mena" dalam mengambil keputusan dan tidak mempertimbangkan orang-orang yang terkena dampak keputusan tersebut untuk sekedar mengeluarkan isi hati dan mengutarakan pendapat mereka. Hal itu akan lebih "nguwongke" dibandingkan dengan mengambil keputusan sendiri karena merasa paling berhak memutuskan. Bahaya...


3. Merasa paling benar

Tidak ada manusia yang sempurna, demikian pula dengan kita. Setinggi apapun jabatan  dan sebesar apapun kekuasan yang kita miliki selalu ada peluang untuk berbuat khilaf dan salah. Waspadalah. Dan jika kita sudah merasa paling benar sendiri, maka gejala power syndrome itu bisa jadi telah merasuki kita.


Yuks kita introspeksi diri. Selalu jaga hati dan senantiasa mendekatkan diri kepada Alloh. Bukankan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap apa yang dia lakukan? 


Wallahu'alam bi showab...



23 juni 2017

h-1 menjelang ied 1438 h







Rabu, 14 Juni 2017

Ingin sehat, jangan lupa bahagia!!!

Bismillah...

Silaturahmi membawa banyak manfaat, salah satunya tentu bisa menambah ilmu. Nah, ulasan kali ini adalah ilmu yang saya dapat ketika bersilaturahmi bersama adik-adik dengan tema kesehatan muslimah. Sengaja dipilih silaturahmi karena targetnya menambah ilmu tentang kesehatan muslimah dan mempersiapkan masa depan bagi para calon bunda.

Nah, dari setiap kejadian pasti ada hikmahnya dan hikmah kali ini adalah bisa mendapat pencerahan terkait kesehatan wanita. Dan pencerahan akan lebih terasa jika banyak orang yang mendapatkan manfaatnya maka untuk itulah saat ini saya berbagi.

Ternyata sehat tidak hanya meliputi satu unsur yaitu jasmani, tapi ada unsur lain yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Unsur tersebut antara lain:

1. Sehat jasmani
Salah satu indikator yang harus terpenuhi untuk sehat yang pasti adalah sehat jasmani, fisik. Sehat fisik ini harus menjadi perhatian para ibu dan calon ibu. Nah, bagaimana cara supaya sehat fisik? Kuncinya ada 3, yaitu cukup asupan gizi, olahraga teratur dan cukup istirahat.

2. Sehat ruhani
Tidak cukup sehat jasmani jika ruhaninya eror maka dia tidak sehat. Maka dari itu ruhani harus terjaga. Tidak stres karena stres akan menghasilkan hormon yang membuat kita semakin lelah dan tentunya berdampak pada kesehatan. Tidak hanya menghindari stres, guna menjaga kesehatan faktor penting yang harus dijaga dan dimunculkan adalah rasa bahagia. Ketika kita bahagia maka akan menghasilkan hormon endorphin yang bermanfaat meningkatkan nafsu makan, meningkatkan sistem imunitas tubuh, mengurangi rasa nyeri dan tidur lebih nyenyak. So, kalau ingin sehat maka benar kata orang, jangan lupa bahagia.

3. Sehat sosial
Manusia adalah makhluk sosial, tak terkecuali seorang wanita. Menjadi makhluk sosial bisa diartikan dia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa orang lain dan ternyata menjaga interaksi dan menjalin silaturahmi dengan orang lain itu bisa membuat kita lebih sehat. Maka jadilah makhluk sosial yang saling berhubungan dengan orang-orang di sekitar, jangan menjadi orang yang menyendiri dan terisolir dari lingkungan karena itu menyedihkan. Banyak berinteraksi dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan akan menjadikan kita sehat sosial dan melengkapi unsur sehat.

4. Sehat ekonomi
Salah satu unsur yang sering kali terlewatkan adalah sehat ekonomi. Ternyata untuk menjadi sehat tidak cukup hanya fisik dan psikis saja namun faktor ekonomi juga memegang peranan penting dalam menciptakan tubuh yang sehat. Kefakiran tentulah membawa dampak yang besar pada kesehatan. Jadi, jika ingin sehat maka perekonomian juga harus diperhatikan. Mencari rejeki yang halal dan menjadikan kita mapan bisa mendukung terwujudnya manusia yang sehat.

Mari, wujudkan pribadi yang sehat. Karena sehat akan memperkokoh kita dan Alloh mencintai hamba-Nya yang kuat.

Wallahu'alam bi showab

Peluang Kebaikan Itu Akan Selalu Ada

 Bismillah "Mbak Intan berhenti bekerja mendapat ladang kebaikan yang lain." Kata-kata itu terucapkan dari Mb Weni, saudara se-RT ...