Senin, 12 Agustus 2024

Peluang Kebaikan Itu Akan Selalu Ada


 Bismillah

"Mbak Intan berhenti bekerja mendapat ladang kebaikan yang lain."

Kata-kata itu terucapkan dari Mb Weni, saudara se-RT yang sudah akrab denganku dan paling tahu tentangku (dibandingkan tetangga yang lain, hehe). Kami banyak bercerita tentang diri kita dengan nyaman dan aman. Menjaga amanah, insyaAlloh itu yang kami pegang.

Kalimat tersebut diucapkan ketika ada yang menanyakan keberadaanku membantu tetangga yang sedang kesripahan, sajak longgar. 

"Mb Intan nggak masuk kantor." 

Begitulah kekepoan beberapa tetangga yang sudah mengerti keseharianku. Maka dengan senyum kujawab bahwa aku tidak lagi bekerja. 

Meski ditanggapi dengan semakin ingin tahunya mereka tentang alasan diri ini mengapa dan mau kemana setelah berhenti kerja. Kujawab singkat, "Saya ingin lebih bermasyarakat bersama ibu2." 

Dan niat itu diijabah oleh Alloh, bahkan di Senin pertama aku tidak bekerja. Sebuah kejadian yang membuatku bersyukur bisa membantu dan memberikan kemanfaatan bagi sekitar, yang pastinya tidak akan bisa  kulakukan ketika masih bekerja.

Senin pagi tadi Alloh menunjukkan kehendakNya. Ketika pagi-pagi, Mb Mini (yang bisa membantu di rumah) cerita sepintas bahwa ibu yang rumahnya dipakai untuk senam jatuh dan tidak sadarkan diri. Aku langsung menangkap itu adalah Bu Tino, salah satu sesepuh di lingkunganku.

"Trus pripun kondisinipun mbak (bagaimana kondisinya mbak)," tanyaku.

"Mboten ngertos bu, lha mbake ingkang mbantu ting mriku njih bingung. Wau nyobi menghubungi putranipun (tidak tahu bu, tadi pembantunya bingung. Mencoba menghubungi putranya)," jawab Mb Mini.

Sesaat kemudian (di sinilah kehendak Alloh terjadi) saya punya keinginan untuk melihat kondisi Bu Tino, maka bergegas saya meluncur ke ndalem beliau. Diikuti pandangan heran suami yang kupamiti dengan sepintas.

Betul juga, sampai di sana aku melihat mbaknya sedang bingung. Di samping Bu Tino berbaring ada suami beliau Pak Tino duduk termangu. ketika kutanya kondisi Bu Tino, singkat beliau menjawab, "Mpun mboten wonten mbak (sudah meninggal mbak)."

Melihat kondisi tersebut, segera kutelpon Mb Weni dan Bu Broto, tetangga yang dekat dengan Bu Tino seraya mencari dokter yang bisa memastikan kondisi Bu Tino secara medis. Kebetulan beberapa teman dokter yang ditelpon tidak bisa, hingga akhirnya aku dan Mb Weni ke Pustu Karangasem untuk meminta tolong dokter di sana.

Alhamdulillah ada tenaga kesehatan di Pustu Karangasem yang sigap membantu. Setelah mengecek kondisi Bu Tino dengan cermat, dr Imam (tenaga kesehatan dari Pustu Karangasem) dengan pelan berucap, "Innalillahi wa inna ilaihi roojiun." 

Mulai dari situlah kucoba membantu apapun yang kubisa, meringankan keluarga yang sedang berduka. Selama ini, kalau ada yang kesripahan aku paling hanya datang untuk takziah. Namun pagi ini, Alloh memberikan kesempatan untuk memberikan kemanfaatan yang lebih. 

Alhamdulillah, apa yang kualami pagi ini membuatku merasa lebih bahagia, melebihi waktu-waktu sebelumnya. Sungguh kurasakan betapa Alloh menuntunku memasuki begitu luasnya ladang kebaikan.

Begitu takjub dengan firman-Nya, "Dan siapa yang mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan kebaikan baginya." [QS Asy syura;23]. Biidznillah...

Turut berduka sedalam-dalamnya atas sedonya BuTino. Aku bersaksi beliau adalah piyantun yang baik. Sesepuh di lingkungan yang sangat bersemangat, menjadi teladan kebaikan. Darinya kudapatkan motivasi dan energi ketika mendapat amanah di lingkungan. 

Beliau yang merelakan seragam dan pin PKKnya kupinjam ketika aku belum memiliki sendiri namun harus menghadiri acara di Balaikota mengenakan seragam.

Bahkan ketika aku berniat mengembalikannya, beliau menolak. "Nggak usah dikembalikan, dipakai Mbak Intan saja. Semangat ya mbak," ujarnya.

Hingga sekarang, seragam dan pin itu masih sering kupakai menghadiri berbagai acara PKK. Menjadi saksi mulianya hati ibu. Istirahat tenang di sisi Alloh njih. Alloh lebih mencintai Bu Tino.

Bulakindah, 12 Agustus 2024




Kamis, 19 Oktober 2023

Ada kemauan ada jalan. Tak ada kemauan (pasti) banyak alasan

 


Bismillah

Setelah sekian lama terjeda, kembali merangkai kata demi kata dalam blog perjalanan cahaya. Ada kalanya memang memerlukan trigger untuk memulai kembali. Menuangkan ide, merangkumnya hingga menyelesaikan cerita dan menekan tombol publikasikan. Rasanya, rangkaian proses itu beberapa waktu ini sulit untuk tuntas.

Sebenarnya bukannya total berhenti untuk menulis di blog. Bertimbun tulisan hanya mengendap di draft dan tidak tertuntaskan dan berbagai deretan tema yang terlintas dalam benak hanya masuk dalam list note kecil yang selalu ditenteng kemanapun. Lalu mengapa lama nggak update tuh blog?

Tak ingin mencari apologi yang akhirnya hanya membuka peluang pemakluman untuk diri sendiri. Ah…gapapa in, khan kamu sibuk; Gapapa belum update blog, khan kamu capek; Kayaknya update blog itu prioritas ke sekian deh, mending focus selesaikan dulu agenda lain yang lebih penting…

Kadang alasan-alasan itu yang ada di fikiran sehingga menjadi justifikasi bagi diri sendiri dan hasilnya, kasihan tuh blog jarang sekali terjamah.

Maka mengikuti challange ini membuat kembali termotivasi untuk melakukan muhasabah dan menghisab diri. “Intan, kamu sudah memulainya, lalu mengapa tidak konsisten,” kataku pada diri sendiri.

Yes, maka satu clue utama yang menjadi penyebab lama tidak update blog adakan tidak konsisten. Tidak konsisten dengan apa yang sudah dimulai, tidak konsisten menuntaskannya.

Konsisten itu memang satu kata yang mudah diucapkan dan dituliskan namun sulit untuk dijalankan. Apalagi dengan berbagai macam alasan yang ada dan bisa diciptakan.

Memang ya, alasan memang gampang untuk diciptakan. Mau berapa alasan yang dibutuhkan? Satu, sepuluh, seratus bahkan seribu asalan bisa dibuat dengan harapan akan ada pemakluman.

Namun aku tak ingin ada pemakluman yang terlalu untuk diri sendiri karena itu akan membuat semakin melemah. Jadi teringat kata ustad dalam sebuah forum mengkaji hikmah dari Perang Tabuk. “Ada kemauan ada jalan. Tak ada kemauan (pasti) banyak alasan.” Maka rentetan selanjutnya dari konsisten adalah kemauan.

Jadi intinya, jika ada kemauan maka kamu tidak akan membutuhkan satu pun alasan karena pasti akan ditemukan jalan.

Termasuk dalam hal konsisten. Untuk menjaga kontinuitas sebuah konsistensi maka faktor utama yang harus terus dijaga adalah selalu terus memelihara kemauan itu tetap ada.

That’s all. Yuk Intan, dijaga kemauannya. Ingat mimpi besar yang ingin kau wujudkan dengan membuat blog. Maka jangan banyak alasan, atur rhitmenya saja dan terus berposes. Tuntaskan apa yang sudah diawali hingga sampai pada titik akhir. Finish.

Minggu, 18 Juli 2021

Kupinang Engkau dengan Tarwiyah



Hari ini, 8 Dzulhijah, seperti tahun-tahun sebelumnya, aku menjalani aktivitas rutin yang dijanjikan Alloh mendatangkan keuntungan berlipat-lipat. Aku pun meyakininya akan mendapatkan apa yang telah Alloh janjikan, bahkan lebih besar dari itu. Maka bagiku, puasa tarwiyah adalah candu yang menarikku untuk terus menjalaninya, di tengah penantian panjang yang tak kunjung terlihat hilal di usiaku yang sudah menginjak kepala 3.

Awalnya tidak ada yang istimewa, bakda sahur dan sholat subuh aktivitas pagi berjalan normal. Setelah membereskan rutinitas di rumah yang sudah kutinggali sejak 6 tahun yang lalu seorang diri, lanjut bersiap-siap ke kantor yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku, waktu tempuh cukup 30 menit dengan laju kendaraan normal.

Namaku Tina. Aku anak kedua dari empat bersaudara yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja namun memiliki bapak yang luar biasa. Bapakku single parent dan membesarkan keempat anaknya dengan penuh perjuangan. Pekerjaannya sebagai staf pegawai swasta bisa memenuhi kebutuhan kami secukupnya. Aku belajar banyak dari bapak, yang mendidik kami dengan cinta dan kemandirian. Setiap anak bapak harus bisa mandiri sesegera mungkin setelah akhil baligh, tidak membedakan apakah laki-laki atau perempuan. Bapak mengajariku untuk tidak menggantungkan hidup pada orang lain. “Allohlah penguasa segala yang ada di langit dan bumi dan menguasai hidup kalian. Maka setelah melakukan ikhtiar semaksimal mungkin yang kita bisa, maka gantungnya hidup hanya kepada-Nya.” Pesan bapak yang tetap kupegang teguh hingga kini ketika beliau sudah di surga.

Maka inilah aku, sekarang dengan segala kemandirianku. Tidak memiliki semuanya, namun Alloh selalu membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada ketika aku membutuhkannya. Yap, semuanya kecuali satu yang hingga kini masih disimpanNya sebagai misteri, sosok lelaki yang akan menjadi imam dalam hidupku.

Untuk yang satu itu, di usia yang menginjak 32 tahun ini, membuatku tidak lagi ngoyo. Aku percaya bahwa jika waktunya telah tiba, pangeran itu akan datang melengkapi satu-satunya hal  yang saat ini masih belum genap dalam diri, agamaku. Kapan itu? Biar Alloh saja yang tahu. Jika tidak di dunia ini, bukankah Alloh sudah menjanjikan jodoh untuk kita semua di surga?

Laju kendaraanku berhenti pada sebuah gedung berkonsep semi alam. Ruang-ruang didesain tidak hanya berupa ruangan kotak, termasuk ruang meeting yang banyak memiliki sentuhan alam. Hal ini membuatku betah berlama-lama di kantor menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya masih jauh dari deadline, meski jam kantor telah habis.

“Assalamu’alaikum Tin,” sapa lelaki paruh baya yang juga partner kerjaku beberapa saat setelah tiba di meja kerjaku. 

"Waalaikumsalam. Kang Adi sehat? Mbak Andin dan anak-anak bagaimana? Wah cuti kemana saja kang, enak yang bisa refreshing.”

Kang Adi memang baru saja masuk kerja kembali setelah mengambil cuti selama sepekan, bersamaan dengan hari libur anak-anak setelah kenaikan kelas.

“Alhamdulillah Tin, bisa refreshing di rumah dan mengajak anak-anak liburan ke Bromo. Lumayan lah, bisa seger nih siap tancap gas lagi,” ujarnya.

Sebagai karyawan yang berdedikasi tinggi, aku percaya itu. Kang Adi tidak pernah diragukan kinerjanya dan bisa menempatkan sesuatu sempurna pada tempatnya. Empan papan. Begitu kira-kira jika digambarkan dengan filosofi jawa.

“Alhamdulillah…ikut senang ya kang,” ucapku seraya melempar senyum tipis yang dengan tiba-tiba menyublim ketika mendengar pertanyaan selanjutnya.

“Trus…kamu kapan? Belum datang tuh sang pangeran? Aku ada teman nih Tin, mau nggak tak kenalin. Dia juga baru cari istri lho. Syaratnya yang cantik, mandiri, kuat, dan mapan. Kupikir kamu masuk deh kriterianya. Segala kepribadian dia sudah punya. Rumah pribadi, mobil pribadi, kantor pribadi pokoknya paket komplit deh. Mau ya kukenalin,” kata Kang Adi yang tiba-tiba memberondongku dengan semangat empat lima.

Entah kenapa aku tidak ingin menanggapinya. Apalagi di awal sempat mendengar sederet persyaratan yang diajukan. Daripada dialog terus berkepanjangan pada aku tutup dengan senjata pamungkas, tanpa memberikan jawaban. “Maaf kang, Tina mau dhuha dulu ya,” kataku sambil berlalu menyisakan kekecewaaan.

Tidak hanya dari Kang Adi. Tawaran-tawaran serupa juga sering datang dari berbagai jalur. Beberapa kali mencoba menjalani prosesnya namun rahasia Alloh masih belum terungkap. Ada saja yang menjadikannya gagal. Hingga pada satu titik aku akhirnya pasrah. Jika Alloh menakdirkan jodohku, maka dia akan datang dengan segala kemudahan dan tanpa syarat. Itu keyakinanku.

Waktu terus bergulir dan aktivitas kantor berjalan seperti biasa. Tawaran Kang Adi tidak sempat menyita fikiran karena sudah teralihkan dengan bertumpuk kerjaan. Mengedit naskah untuk terbit dalam tabloid bulanan kami bisa membuat lupa waktu. Beberapa memang harus aku selesaikan hari ini supaya bisa segera masuk ke bagian lay out.

Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore ketika aku mulai merapikan berkas-berkas untuk bersiap pulang. Kalau aku tidak puasa, mungkin masih akan berlanjut merampungkan semua naskah di meja, seperti biasanya. Di saat hening dalam kesendirian dan suasana kantor yang lenggang, tiba-tiba dikejutkan dengan sapaan security yang masuk ke ruangan. “Mbak Tina, ada tamu yang mencari.”

Tamu di jam segini? Siapa dan ada urusan apa bertamu di sore hari? “Siapa pak?” tanyaku heran.

“Saya juga tidak tahu mbak, mereka bertiga menunggu di open space.” Open space adalah salah satu sudut ruangan kantor yang didesain untuk santai, terbuka dan hijau. Biasanya karyawan menggunakan tempat itu untuk membuka bekal makan siang atau mencari inspirasi, termasuk juga menerima tamu-tamu tidak formal untuk ngobrol santai.

Karena penasaran tingkat dewa, aku bergegas menuju open space. Langkah kaki ini agak melambat ketika dari kejauhan melihat seorang laki-laki paruh baya, jejaka dan gadis kecil sedang sibuk menggelar tikar dan menata bekal mereka. Sekilas aku mengenal sosok laki-laki itu. Meski tidak mengenal dekat, aku tahu kiprahnya dari beberapa kegiatan yang kuikuti. Jika ada hiburan nasyid atau seni drama yang tampil dalam sebuah acara, dia motor penggeraknya. Namun dua anak yang bersamanya, baru pertama kali kulihat. Untuk apa mereka sore-sore datang mencariku?

“Assalamu’alaikum..” ragu kuucapkan salam.

“Waalaikumsalam, mbak Tina. Mari bergabung sini, kita bawa bekal untuk buka puasa bersama,” jawabnya dengan santai.

“Maaf…ini ada apa ya?” tanyaku.

“Silakan duduk dulu, nanti akan saya jelaskan.” Tak lama setelah aku duduk dengan berjarak, mulailah dia mengungkapkan maksud kedatangannya bersama jejaka dan gadis kecil yang ternyata adalah anaknya. Sepanjang Anto, laki-laki itu berbicara, kedua anaknya hanya menyimak dan mendengarkan apa yang dikatakan ayahnya, seolah memang sudah dikondisikan.

“Semua ini bukan proses yang tiba-tiba. Saya sudah mencari informasi tentang mbak dan menghubungi ummi untuk meminta ijin sebelum saya memutuskan untuk datang ke sini. Ummi adalah guruku yang selama ini menemani proses menari separuh diriku. “Teruslah memantaskan diri Tin supaya Alloh mengirimkan orang yang pantas bagimu.” Pesan itu yang selalu kuingat untuk senantiasa tidak pernah menyerah dan semakin mendekatkan diri pada Alloh.

Hampir selama 15 menit dia menceritakan tentang dirinya yang selama 3 tahun ini berjuang sendiri merawat buah hatinya setelah sang istri meninggal karena leukemia Tiba-tiba saja ingatanku melayang pada bapak yang sangat kucintai dan kurinduka, yang membesarkan keempat putranya setelah ibu harus berpulang ketika melahirkan adikku. Dan tak pernah kutahu dari mana datangnya, rasa haru dan kehangatan itu menyusup ke dalam hati. Hingga pada akhirnya dia mengungkapkan tujuannya datang sore itu. “Jika Mbak Tina berkenan, maukah membangun rumah tangga bersama saya dan anak-anak,” tanyanya singkat, jelas dan tanpa basa-basi.

Dia tahu, saya masih ragu. Lalu kemudian dia berkata,”Setelah berkonsultasi, saya juga sudah meminta ijin ummi. Mb Tina bisa bertanya ke ummi,” pintanya seolah tahu apa yang ada di benakku.

Tanpa berpikir panjang, aku segera mengaktifkan hp yang ada di genggaman dan menghubungi guruku. Bagaimana pun, aku butuh seseorang yang bisa membantuku lebih memantapkan hati untuk mengambil keputusan.

Begitu telpon tersambung, kuucap salam namun belum sempat aku berkata apa-apa, ummi langsung mengatakan satu kalimat. Tahu betul itulah yang aku butuhkan. “Ummi sudah tahu semuanya. Bismillah…dia laki-laki yang baik dan sholih Tin. Maka tidak ada alasan bagimu untuk menolaknya.”

Belum selesai aku berkata, tiba-tiba tangan gadis mungil yang dari tadi hanya diam mendengarkan ayahnya berbicara, dengan tersenyum manis meraih tanganku dan menciumnya. Menyalurkan kehangatan yang tiba-tiba mengalir tanpa satupun kata yang terucap. Hanya tatapan polosnya yang seolah berkata,”please…say yes i do.”

Maka kututup hari ini dengan rasa syukur yang berlipat, dengan kemantapan hati yang belum pernah kudapat. Ketika Alloh sudah menetapkan, semuanya akan terjadi dengan mudah. Hanya satu ayat yang terlintas di penghujung puasa tarwiyahku. “Maka nikmat Alloh mana yang kamu dustakan?”**End**

18 Juli 2021/8 Dzulhijah 1447 H

Minggu, 09 Mei 2021

Antara Aji, Surga & Corona

Bismillah..


.

Ramadhan sudah memasuki hari-hari terakhir, gak terasa ya. Bagaimana aktivitas Ramadhannya teman-teman semua? Semoga puasa, ibadah dan amal sholih kita bisa berjalan lancar hingga di akhir Bulan Mulia ini.

Ramadhan adalah salah satu moment yang tepat untuk lebih mengenalkan anak tentang konsep ibadah dan pahala, termasuk tentang surga. Maka ketika Ramadhan sudah di depan mata, mulailah merancang strategi untuk mengenalkan si kecil tentang kewajiban puasa dan hadiah yang bisa dia dapatkan ketika bisa (latihan) puasa.

Namanya anak-anak, membicarakan sesuatu akan lebih menarik jika ada kata hadiah. Eh nggak cuma anak-anak ya, kita pun juga semangat kalau diiming-imingi hadiah. Singkat cerita, dibuatlah kesepakatan dengan anak-anak dan si kecil terkait target ramadhan dan reward yang akan mereka terima jika bisa mencapai target.

Reward adalah salah satu faktor untuk mengungkit semangat. Namun yang lebih penting lagi adalah memahamkan mereka tentang hakikat ibadah yang mereka lakukan, bahwa ibadah tidak semata-mata hanya untuk mendapatkan hadiah di dunia tapi untuk mendapatkan ridha Alloh dan surgaNya.

Nah, mengenalkan Aji pada suatu hal atau nilai itu butuh perjuangan. Ada saja hal-hal lucu dan menggelitik yang dia tanyakan. Alhamdulillah, di usia 7 tahun Aji memiliki imajinasi yang luar biasa, bahkan hal-hal yang kadang tidak terduga. Pun ketika mengenalkan konsep surga kepadanya, sesuatu yang saat ini tidak riil ada, tidak bisa dilihat dan dirasa. 

Pengenalan pada surga saya mulai dengan bercerita kepadanya tentang gambaran keindahkan surga yang dilukiskan Alloh dalam Al Quran. Betapa surga merupakan tempat yang sangat istimewa bagi mereka yang rajin beribadah dan menjadi orang baik ketika di dunia. Betapa surga adalah tempat yang indah dimana semua hal yang kita inginkan bisa tersedia. Betapa di surga semua akan senang dan bahagia.

Respon yang diberikan Aji tidak semua muncul seketika. Ada kalanya dia hanya mendengarkan, di waktu yang lain ketika sedang bersama kadang dia melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dsangka bahkan katika kita sudah tidak lagi membahas tema tersebut. Alhamdulillah sih, seneng ketika hal itu terjadi. Bagi saya itu sinyal bahwa Aji mulai menangkap dan memikirkan nilai-nilai yang saya sampaikan kepadanya.

Surga, Ice Cream dan Corona

Lontaran pertanyaan tersebut bisa membuka diskusi-diskusi kecil kita yang sangat khas dengan kekanakan dan kelucuannya. 

"Ummi... di surga ada ice cream nggak?" Pertanyaan itu yang pertama kali ingin dia ketahui jawabannya. Ice cream adalah favoritnya. Rasanya tidak bisa melewatkan waktu yang lama tanpa ice cream. 

Tidak ingin kehilangan moment, maka saat itulah waktu yang tepat untuk memahamkan kepadanya tentang kerennya surga. Betapa surga adalah tempat untuk bersenang-senang karena tentu itu yang dia harapkan. Saya sampaikan padanya bahwa di surga kelak semua penghuninya bisa mendapatkan apapun yang diinginkan. Persis seperti gambaran surga yang difirmankan Alloh dalam QS Qaf;35 bahwa mereka yang di surga itu berkah mendapatkan apa saja yang mereka kehendaki.

"Jika di surga nanti Aji pengen ice cream, tinggal bilang Ya Alloh Aji pengen Ice cream. Pasti langsung ada ice cream dengan rasa yang Aji inginkan," ujar saya.

"Aku mau rasa coklat...stoberi...susu," katanya sumringah. 

"Yes...semua boleh. Makanya Aji jadi anak sholih, rajin sholat dan ngaji ya biar nanti masuk surga," tegas saya. Tak lupa dong memasukkan nilai-nilainya.

Tidak berhenti sampai di situ. Rasa keingintahuan Aji tentang surga belum berakhir. Beberapa waktu yang lalu sehabis shalat tarawih, tiba-tiba Aji kembali melontarkan pertanyaan tentang surga. "Ummi...di surga ada corona nggak?"

Tidak menyangka Aji bakal menggagas sampai ke sana. Sebelum membahas dialog saya dengannya tentang surga dan corona, saya selipkan sedikit cerita tentang rasa kecewa mendalam yang dirasakan Aji di awal penerapan pandemi. Maret tahun lalu adalah hari yang sangat berarti baginya ketika dia dan teman-teman tknya akan menunjukkan kebolahannya bermain drumband setelah berlatih keras. Saya sendiri melihat perjuangannya untuk bisa tampil prima. Hari H sudah ditetapkan dan seragam drumband yang sangat elok sudah dibagikan. Dia pun dengan semangat bercerita dan wanti-wanti supaya saya bisa melihatnya tampil. Qodarulloh, hanya beberapa hari sebelum hari penting itu, terjadi pandemi. Semua bentuk kegiatan yang mengumpulkan massa dilarang. Maka alhasil, pertunjukan drum band yang sudah siap ditampilkan harus gagal. 

Kebayang kan bagaimana kecewanya Aji dan teman-teman yang lain. Ketika mereka sudah membayangkan akan tampil gagah dengan mengenakan seragam drumband, dimana baju, sepatu dan topi keren laksana tentara, tiba-tiba semua tercancel. Maka tidak heran jika Aji sangat benci dengan yang namanya corona.

Hal ini ternyata memberikan kontribusi pada munculnya petanyaan Aji tentang surga dan corona. Mencoba memahami kekhawatirannya, dengan nada menghibur saya coba menenangkannya. "Di surga itu adanya hanya kenikmatan dan kegembiraan dek, tidak ada kesedihan. Karena banyak banget kesenangan yang Alloh berikan makanya manusia besok sangat suibuk dengan hal-hal yang menggembirakan saja. Yang masuk surga semua yang baik-baik tidak ada yang jahat. Jadi tenang saja, corona tidak masuk surga," jelas saya meredakan ketakutannya.

"Yey....asyik. Aku nggak suka corona karena membuatku tidak bisa main drum band. Ya mi ya...," kata dia meminta persetujuan.

Tentang surga, dari Abu Said al Khudri dan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, Penyeru memanggil, sekarang tibalah saatnya kalian sehat wal afiat dan tidak menderita sakit selama-lamanya. Sekarang tibalah saatnya kalian hidup dan tidak mati selama-lamanya. Sekarang tibalah saat bagi kalian tetap muda dan tidak tua selama-lamanya. Sekarang tibalah saatnya bagi kalian senang dan tidak sengsara selama-lamanya. (HR Muslim)

Semoga kita semua nanti kembali dipertemukan Alloh SWT di sebaik-baik tempat ya. SurgaNya. []

27 Ramadhan 1442 H - 9 Mei 2021.




Kamis, 01 April 2021

Tentang Melatih Harapan

Bismillah...

Melatih Harapan. Saya terkesan dengan kata tersebut ketika disampaikan Ust Hatta Syamsuddin, pengawas syariah di lembaga keuangan yang saya kelola bersama teman-teman ketika kita menggelar RAT beberapa waktu lalu. Ketika selama 2020 kemarin kita dihadapkan pada kondisi pandemi yang meluluhkan perekonomian anggota lembaga kami. Ketika target yang kita patok tidak bisa tercapai. Alhamdulillah, dengan berbagai strategi dan effort yang kita lakukan masih bisa membagikan laba kepada anggota.

"Seperti nama lembaga ini, kita harus terus bisa melatih harapan. Tatkala kondisi tidak seperti yang kita harapan, jangan pernah hilang harapan dari diri kita. Penting untuk bisa melatihnya supaya harapan bisa terus tumbuh dan terjaga," ujar beliau.

Saat itulah saya kembali diingatkan bahwa harapan itu perlu dilatih supaya tidak hilang. Bahaya khan jika manusia hidup tanpa harapan. Seperti apa pun kondisinya, jangan sampai kita hilang harapan. Asa itu senantiasa perlu kita jaga, meski realita tidak sepenuhnya seperti rencana. 

Target Abadi

Harapan itu bisa kita rumuskan dalam bentuk rencana-rencana dan target yang kita susun secara berkala. Jangka pendek, menengah dan panjang. Bahkan target abadi pun perlu ada. Justru itu yang membuat kita terus bisa bertahan di tengah kondisi apapun dan tidak gampang menyerah. 

Apa saja target abadi itu? 

1. Alloh sebagai tujuan

Boleh kita memiliki tujuan di dunia ini, wajib malah. Namun jangan sampai tujuan di dunia melenakan kita sehingga kita lupa bahwa ada Dzat yang berkuasa atas segalanya. Apapun goal yang kita inginkan dalam hidup, Alloh yang menentukan segalanya. Maka jadikan Alloh sebagai tujuan kita sebab dengan berharap pada sesuatu yang kekal akan menjaga harapan kita tetap ada selama Alloh bersama kita.

2. Visi akhirat

Dunia ini hanya sementara. Ibarat ungkapan jawa sesepuh kita urip kui gur mampir ngombe (hidup itu hanya mampir untuk minum), tidak ada yang kekal di dunia ini. Nah untuk sesuatu yang tidak kekal, bisa memudar. Memiliki visi yang kekal yaitu akhirat akan memberikan energi untuk bertahan. Jika kita ingin melatih terus harapan, hadirkan visi akhirat dalam hidup kita.

3. Surga menjadi destinasi

Target abadi terakhir yang perlu kita miliki supaya harapan senantiasa ada adalah balasan terbaik yang akan diberikan Alloh kepada kita. Ketika surga menjadi tujuan terakhir yang senantiasa kita tuju, kekuatan akan bisa kita dapatkan sebagai upaya meraih tujuan tersebut. Yakinlah, surga adalah tujuan terbaik bagi kita di dunia ketika di saat yang sama ridho Alloh hal terbesar yang kita inginkan.

Selamat melatih harapan. Untuk saya, anda, untuk kita semua. Semoga kita semuanya bisa survive menghadapi segala kondisi yang Alloh takdirkan untuk masing-masing kita dan pada akhirnya kita semua akan berkumpul di syurga-Nya.

Aamiiin YRA


Peluang Kebaikan Itu Akan Selalu Ada

 Bismillah "Mbak Intan berhenti bekerja mendapat ladang kebaikan yang lain." Kata-kata itu terucapkan dari Mb Weni, saudara se-RT ...