Bismillah...
Hidup ini adalah sebuah proses dan setiap proses
mengantarkan kita pada sebuah penemuan baru yang belum kita fahami sebelumnya.
Sebuah penemuan yang membuat kita sadar akan banyak hal, tentang kehidupan itu sendiri,
tentang segala peristiwa yang terjadi –yang ditakdirkan terjadi- dan hikmah
yang ada di dalamnya. Satu hal yang paling penting ditemukan adalah tentang diri
kita. Siapa kita dan untuk apa kita diciptakan.
Penyadaran diri pada untuk apa kita diciptakan tidak akan
cukup hanya dengan sadar saja. Ada hal penting yang harus bias kita temukan sebagai
upaya untuk mengoptimalkan peran dalam pencitaan kita, yaitu pada sisi mana kita
akan mengambil peran dan pada bagian apa kita bias memaksimalkan lakon yang
kita jalani. Hal penting yang harus ditemukan adalah diri kita sendiri.
Yes… menemukan jati diri kita adalah sebuah upaya untuk
menjalankan kewajiban supaya bisa berjalan dengan asyik. Mengapa demikian? Saya
punya jawabannya.
Pertama,
ketidakfahaman pada diri sendiri menjadikan kita tidak bias mendamaikan antara keinginan,
harapan dan realita. Anggapan kita pada diri kita yang tidaksesuai keadaan bias
membuat kita terlalu memaksa diri kita sendiri, menjadikan over estimate maupun
under estimate. Kondisi ini yang kemudian berbahaya karena bias membawa pada suasana
yang tidak nyaman hingga stress.
Hal sama yang saya rasakan ketika begitu banyak hal
yang ingin saya lakukan tanpa melihat apakah saya punya kemampuan di sana. Hal
ini menjadikan saya over push to my self yang kadang justru berujung pada
mellow yang takberkesudahan. Ketika ada hal yang baru, selalu ingin saya mencoba
dan ambil peran di sana, namun ketika kemudian saya tidak bias memainkan peran itu
dengan baik, maka yang pertama kali muncul adalah blame in my self. Menyalahkan
diri sendiri, mengapa saya tidak bisa? Hal itu terus saja berulang dan berulang
sehingga jamak membuat saya pada kondisi tertekan. It’s true…
Ketika itu saya berkeyakinan bahwa jika ada kemauan pasti
ada jalan, yap, itu benar. Kemauan adalah modal utama yang harus kita miliki ketika
ingin menjalankan peran kita. Tapi bagaimana peran itu dijalankan? Hanya sebagai
penggugur kewajiban atau ingin menjalankan dengan excellent? Maka di situlah kemampuan
berperan. Maka jika ingin bisa menjalankan peran dengan baik, kemauan saja tidak
cukup, ada porsi kemampuan yang harus kita perhatikan. Di sinilah kemudian kesadaran
akan memampuan itu sangat diperlukan. Kefahaman pada kemampuan diri sendiri
harus ada. Bagaimana caranya? Ada edisi dimana saya akan mengupasnya.
Kedua, setelah
kita bisa menemukan jati diri dan faham pada kemampuan kita maka akan menbuat kita
bisa lebih bijak memilih peran yang akan kita jalankan. Memilih peran yang
tepat sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Kemampuan pun tidak akan bisa terolah dengan baik ketika
kita tidak memahami kekuatan dan kelemahan kita, yang dalam sebuah kata ringkas
disebut BAKAT. Memahami apa kekuatan dan
dimana kelemahan kita akan memudahkan kita dalam menemukan dimana potensi yang bisa
mengungkit kita lebih berprestasi. Ibarat filosofi yang mengatakan “asahlah
kapak pada sisi tajamnya”, maka memahami kekuatan kita dan fokus pada kekuatan
tersebut menjadikan kita mengasah kemampuan kita pada sisi tajam kita.
Jika kita sudah bisa memilih peran yang tepat sesuai
dengan kekuatan yang kita miliki, maka insyaAlloh kita bisa menjalankan peran
tersebut dengan enjoy dan bisa membuat kita lebih bijak meninggalkan peran yang
tidak sesuai dengan bakat kita. Inilah yang kemudian bisa dikatakan bahwa sadar
akan bakat kita bisa menjadikan kita sadar diri. Tidak memaksakan diri
mengambil peran pada hal yang tidak sesuai dengan kemampuan kita.
Mari, fahami bakat kita, fahami kekuatan kita dan
abaikan kelemahan kita. Bagaimana caranya? Bersambung di edisi selanjutnya.
=may.2019.=