Sabtu, 26 Juli 2025

Hasil CKG dan Muhasabah Diri

Sebuah muhasabah

Terkadang kita terlalu jumowo dengan keadaan kita saat ini, padahal tidak memiliki sedikitpun ilmu tentang masa depan.

Parahnya lagi, rasa jumowo ini yang membuat kita merasa punya kendali seluruhnya atas diri kita dan semua akan berjalan persis seperti yang kita rencanakan.

Padahal, banyak hal bisa terjadi di luar kehendak kita jika kita mau sadar diri bahwa tugas kita hanya berusaha. Hasil, di luar kuasa kita.

Setidaknya itulah yang kurasakan ketika menerima hasil CKG (Cek Kesehatan Gratis) beberapa waktu lalu.

Sebelum melakukan CKG, aku merasa tubuh ini sedang dalam kondisi terbaiknya. Mengapa tidak? Berbagai upaya sudah kulakukan, mulai dari menjaga konsumsi dan rutin olahraga. Melalui usaha yang terus kujaga tersebut, maka aku mengabaikan sinyal yang Alloh kirimkan seperti gampang merasa gerah dan mudah gatal di seluruh tubuh.

Sebenarnya sempat curhat juga sih dengan ibu tentang kondisi agak lain yang kurasakan dan ibu berpesan, “ati-ati lho nok, biasanya gula bapak itu menurun ke anak perempuannya,” pesan Ibu mengingatkanku kembali betapa lebih dari separuh usia bapak harus bertarung dengan diabetes.

Ternyata kekhawatiran Ibu terbukti. Hasil CKG yang kuterima agak mengejutkan karena kondisi gula darahku di ambang batas tinggi. Agak kaget iya karena nggak nyangka saja, namun cepat mencoba menetralisir rasa yang resah.

Yah, inilah hasil dari jumowo yang berlebih. Yakin dengan usaha yang kita lakukan, namun ada faktor lain yang Yang Kuasa tunjukkan, di luar presdiksi kita.

So..jangan mudah dan yakin mengambil kesimpulan dan seolah tahu hasil ya. Berikan ruang untuk terjadinya hal-hal yang tidak kita duga, karena kemungkinan itu pasti ada. Penting, supaya kita tidak merasa seolah paling bisa menentukan hasil dan terus waspada atas segala kemungkinan yang terjadi. 

Biidznillah.

Minggu, 17 November 2024

Menunggu Anak Saat Penjemputan, Ini Hasilnya


    Bulan September kemarin bisa dikatakan masa jeda bagiku, karena sudah rehat dari kantor lama dan belum mulai menjalankan tugas di kantor baru. Masa jeda ini banyak dimanfaatkan mendekat pada yang dulu menjadi pilihan ke sekian.
     Jika dulu fokus pada tugas profesional, alhamdulillah saat jeda bisa lebih memberikan waktu dan perhatian pada keluarga dan masyarakat, termasuk menjadi lebih luang waktu untuk menjemput anak pulang dari sekolah.
   Waktu menjemput anak pulang sekolah memberikan pengalaman tersendiri dan memanggil kembali hobi lamaku, melakukan pengamatan. Senang rasanya bisa anak-anak dengan kekhasan dan keistimewaan masing-masing dan mengapati mereka adalah hal yang menarik. Berbagai aktivitas mereka lakukan, bersorak riang ketika dijemput hinggga masih heboh bermain dengan teman-temannya memanfaatkan waktu sampai penjemput membawanya pulang.
      Mengamati tingkah polah satu per satu dari ratusan anak yang beredar di sekitaran itu menarik. Mulai dari bentuk penciptaan yang berbeda, postur tubuh, pembawaan, sikap yang tentunya memiliki keistimewaan masing-masing. Jalan, lari, teriak, berkejaran, senda gurau dan banyak lagi tingkah mereka. Dari sini saja sudah takjub, betapa Alloh Maha Pencipta dan Maha Besar Alloh dengan segala ciptaanNya. 
    Asik saja mengamati mereka dengan keunikan masing-masing. Lalu fikiran ini mengembara, bagaimana ya mereka 10 tahun ke depan, atau 20 tahun ke depan ketika mereka sudah dewasa. Akan menjadi apa mereka saat itu. Ingatkah mereka di masa-masa sekarang, dengan segala tingkah lucunya. Sudahkah mereka menjadi orang seperti yang diharapkan orangtuanya ketika di sekolah ini. Menjadi shalih, pintar dan bisa menebar kemanfaatan?
Ah..menjadi apa kelak mereka? Rasa currious ini benar² tak bisa tertahan. Namun sesaat kemudian diri ini sadar, bukankah semua sudah digariskan olehNya dalam kitab yang menceritakan hikayat nyata seluruh manusia sesuai qodo dan qodarnya.
Lalu buat apa diri ini bertanya². Biarlah rahasia itu tetap tersimpan hingga Alloh mengungkapkan pada waktunya.
Dan biarkan kebiasaan mengamati itu tetap menjadi hal yang menyenangkan, menghabiskan waktu penjemputan.

Kisah emak² yang nongkrong di depan sekolah menunggu anak keluar.
 

Sabtu, 05 Oktober 2024

Puisi Muhasabah; Renungan Cinta dalam Ikatan



 Bismillah...

Dalam sebuah acara Seminar Keluarga Sakinah pada Ahad (29/9/2024), ada amanah yang diberikan, yaitu membuat dan membacakan puisi muhasabah. Maka dengan mengumpulkan dari berbagai sumber, disusunkan puisi ini dan dibacakan di depan 150an peserta yang hadir, sebagai sarana melakukan muhasabah pernikahan.

Ini dia puisi itu:

Renungan Cinta dalam Ikatan

 

Siang ini, di ujung hari yang hening,

Kita duduk bersisian, tanpa kata terucap,

Memandang jauh ke cakrawala kehidupan,

Di sana, cinta yang dulu kita ikrarkan,

masih setia bersemi.

 

Di awal kita melangkah,

Cinta begitu indah,

Janji-janji terucap di bawah langit biru,

Dengan hati yang penuh harap, kita menggenggam masa depan.

 

Namun waktu berjalan,

Seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir,

Ada gelombang yang kadang menghantam,

Ada arus tenang yang membawa kedamaian.

 

Memang tak selalu mudah langkah yang kita tempuh,

Tahun demi tahun berlalu,

Rambut mungkin mulai memutih,

Ada air mata yang tumpah, dan tawa yang pecah,

Namun dalam badai atau tenang,

Kita selalu kembali pada janji yang pernah kita genggam erat.

 

Pernikahan bukan sekadar tentang tawa,

Ia adalah perjalanan penuh makna,

Dengan tangis, lelah, dan rindu,

Di sela-sela kesibukan dan rutinitas waktu.

 

Suamiku,

Di setiap pelukan hangat, ada doa yang tak terucap,

Mengalir di antara jari-jari yang saling menggenggam,

Melintasi setiap hari yang kita rangkai Bersama, dalam suka dan duka

 

Istriku,

Di setiap langkah yang kita tempuh,

Ada kenangan yang terukir,

Tentang perjuangan bersama,

Tentang pengorbanan tanpa kata, tentang harapan yang terus menyala.

 

Hari-hari kita mungkin tak selalu sempurna,

Namun cinta ini bukan tentang kesempurnaan,

Tapi tentang kebersamaan yang kita rajut dengan ikhlas,

Dalam sabar, syukur, dan saling mengingatkan.

 

Mari kita muhasabah,

Bukan tentang siapa yang benar atau siapa yang salah

Tapi bagaimana kita bisa saling melengkapi dan menguatkan

Di setiap detik yang Allah titipkan

 

Kita belajar mencintai lebih dari sekadar rasa,

Mencintai dengan hati,

Mencintai dengan iman

 

Kembali kita ikrarkan bahwa pernikahan ini adalah ibadah,

Masih Panjang perjalanan yang harus kita tempuh,

Masih banyak cerita yang akan kita rangkai,

 

Semoga ikatan ini selalu diberkahi,

Di setiap musim yang datang silih berganti,

Hingga waktu memanggil kita pulang,

Dalam keabadian, Bersama, di surga yang Alloh janjikan.


Selamat membaca. Next, akan kubacakan puisi ini untuk muhasabah diri sendiri. Jika waktunya tiba

Senin, 12 Agustus 2024

Peluang Kebaikan Itu Akan Selalu Ada


 Bismillah

"Mbak Intan berhenti bekerja mendapat ladang kebaikan yang lain."

Kata-kata itu terucapkan dari Mb Weni, saudara se-RT yang sudah akrab denganku dan paling tahu tentangku (dibandingkan tetangga yang lain, hehe). Kami banyak bercerita tentang diri kita dengan nyaman dan aman. Menjaga amanah, insyaAlloh itu yang kami pegang.

Kalimat tersebut diucapkan ketika ada yang menanyakan keberadaanku membantu tetangga yang sedang kesripahan, sajak longgar. 

"Mb Intan nggak masuk kantor." 

Begitulah kekepoan beberapa tetangga yang sudah mengerti keseharianku. Maka dengan senyum kujawab bahwa aku tidak lagi bekerja. 

Meski ditanggapi dengan semakin ingin tahunya mereka tentang alasan diri ini mengapa dan mau kemana setelah berhenti kerja. Kujawab singkat, "Saya ingin lebih bermasyarakat bersama ibu2." 

Dan niat itu diijabah oleh Alloh, bahkan di Senin pertama aku tidak bekerja. Sebuah kejadian yang membuatku bersyukur bisa membantu dan memberikan kemanfaatan bagi sekitar, yang pastinya tidak akan bisa  kulakukan ketika masih bekerja.

Senin pagi tadi Alloh menunjukkan kehendakNya. Ketika pagi-pagi, Mb Mini (yang bisa membantu di rumah) cerita sepintas bahwa ibu yang rumahnya dipakai untuk senam jatuh dan tidak sadarkan diri. Aku langsung menangkap itu adalah Bu Tino, salah satu sesepuh di lingkunganku.

"Trus pripun kondisinipun mbak (bagaimana kondisinya mbak)," tanyaku.

"Mboten ngertos bu, lha mbake ingkang mbantu ting mriku njih bingung. Wau nyobi menghubungi putranipun (tidak tahu bu, tadi pembantunya bingung. Mencoba menghubungi putranya)," jawab Mb Mini.

Sesaat kemudian (di sinilah kehendak Alloh terjadi) saya punya keinginan untuk melihat kondisi Bu Tino, maka bergegas saya meluncur ke ndalem beliau. Diikuti pandangan heran suami yang kupamiti dengan sepintas.

Betul juga, sampai di sana aku melihat mbaknya sedang bingung. Di samping Bu Tino berbaring ada suami beliau Pak Tino duduk termangu. ketika kutanya kondisi Bu Tino, singkat beliau menjawab, "Mpun mboten wonten mbak (sudah meninggal mbak)."

Melihat kondisi tersebut, segera kutelpon Mb Weni dan Bu Broto, tetangga yang dekat dengan Bu Tino seraya mencari dokter yang bisa memastikan kondisi Bu Tino secara medis. Kebetulan beberapa teman dokter yang ditelpon tidak bisa, hingga akhirnya aku dan Mb Weni ke Pustu Karangasem untuk meminta tolong dokter di sana.

Alhamdulillah ada tenaga kesehatan di Pustu Karangasem yang sigap membantu. Setelah mengecek kondisi Bu Tino dengan cermat, dr Imam (tenaga kesehatan dari Pustu Karangasem) dengan pelan berucap, "Innalillahi wa inna ilaihi roojiun." 

Mulai dari situlah kucoba membantu apapun yang kubisa, meringankan keluarga yang sedang berduka. Selama ini, kalau ada yang kesripahan aku paling hanya datang untuk takziah. Namun pagi ini, Alloh memberikan kesempatan untuk memberikan kemanfaatan yang lebih. 

Alhamdulillah, apa yang kualami pagi ini membuatku merasa lebih bahagia, melebihi waktu-waktu sebelumnya. Sungguh kurasakan betapa Alloh menuntunku memasuki begitu luasnya ladang kebaikan.

Begitu takjub dengan firman-Nya, "Dan siapa yang mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan kebaikan baginya." [QS Asy syura;23]. Biidznillah...

Turut berduka sedalam-dalamnya atas sedonya BuTino. Aku bersaksi beliau adalah piyantun yang baik. Sesepuh di lingkungan yang sangat bersemangat, menjadi teladan kebaikan. Darinya kudapatkan motivasi dan energi ketika mendapat amanah di lingkungan. 

Beliau yang merelakan seragam dan pin PKKnya kupinjam ketika aku belum memiliki sendiri namun harus menghadiri acara di Balaikota mengenakan seragam.

Bahkan ketika aku berniat mengembalikannya, beliau menolak. "Nggak usah dikembalikan, dipakai Mbak Intan saja. Semangat ya mbak," ujarnya.

Hingga sekarang, seragam dan pin itu masih sering kupakai menghadiri berbagai acara PKK. Menjadi saksi mulianya hati ibu. Istirahat tenang di sisi Alloh njih. Alloh lebih mencintai Bu Tino.

Bulakindah, 12 Agustus 2024




Kamis, 19 Oktober 2023

Ada kemauan ada jalan. Tak ada kemauan (pasti) banyak alasan

 


Bismillah

Setelah sekian lama terjeda, kembali merangkai kata demi kata dalam blog perjalanan cahaya. Ada kalanya memang memerlukan trigger untuk memulai kembali. Menuangkan ide, merangkumnya hingga menyelesaikan cerita dan menekan tombol publikasikan. Rasanya, rangkaian proses itu beberapa waktu ini sulit untuk tuntas.

Sebenarnya bukannya total berhenti untuk menulis di blog. Bertimbun tulisan hanya mengendap di draft dan tidak tertuntaskan dan berbagai deretan tema yang terlintas dalam benak hanya masuk dalam list note kecil yang selalu ditenteng kemanapun. Lalu mengapa lama nggak update tuh blog?

Tak ingin mencari apologi yang akhirnya hanya membuka peluang pemakluman untuk diri sendiri. Ah…gapapa in, khan kamu sibuk; Gapapa belum update blog, khan kamu capek; Kayaknya update blog itu prioritas ke sekian deh, mending focus selesaikan dulu agenda lain yang lebih penting…

Kadang alasan-alasan itu yang ada di fikiran sehingga menjadi justifikasi bagi diri sendiri dan hasilnya, kasihan tuh blog jarang sekali terjamah.

Maka mengikuti challange ini membuat kembali termotivasi untuk melakukan muhasabah dan menghisab diri. “Intan, kamu sudah memulainya, lalu mengapa tidak konsisten,” kataku pada diri sendiri.

Yes, maka satu clue utama yang menjadi penyebab lama tidak update blog adakan tidak konsisten. Tidak konsisten dengan apa yang sudah dimulai, tidak konsisten menuntaskannya.

Konsisten itu memang satu kata yang mudah diucapkan dan dituliskan namun sulit untuk dijalankan. Apalagi dengan berbagai macam alasan yang ada dan bisa diciptakan.

Memang ya, alasan memang gampang untuk diciptakan. Mau berapa alasan yang dibutuhkan? Satu, sepuluh, seratus bahkan seribu asalan bisa dibuat dengan harapan akan ada pemakluman.

Namun aku tak ingin ada pemakluman yang terlalu untuk diri sendiri karena itu akan membuat semakin melemah. Jadi teringat kata ustad dalam sebuah forum mengkaji hikmah dari Perang Tabuk. “Ada kemauan ada jalan. Tak ada kemauan (pasti) banyak alasan.” Maka rentetan selanjutnya dari konsisten adalah kemauan.

Jadi intinya, jika ada kemauan maka kamu tidak akan membutuhkan satu pun alasan karena pasti akan ditemukan jalan.

Termasuk dalam hal konsisten. Untuk menjaga kontinuitas sebuah konsistensi maka faktor utama yang harus terus dijaga adalah selalu terus memelihara kemauan itu tetap ada.

That’s all. Yuk Intan, dijaga kemauannya. Ingat mimpi besar yang ingin kau wujudkan dengan membuat blog. Maka jangan banyak alasan, atur rhitmenya saja dan terus berposes. Tuntaskan apa yang sudah diawali hingga sampai pada titik akhir. Finish.

Hasil CKG dan Muhasabah Diri

Sebuah muhasabah Terkadang kita terlalu jumowo dengan keadaan kita saat ini, padahal tidak memiliki sedikitpun ilmu tentang masa depan. Para...