Selasa, 08 Mei 2018

17 Tahun Muhasabah Cinta


Bismillah...

Mei selalu menjadi sesuatu buatku karena paling banyak moment penting terjadi di bulan ini, termasuk moment bersejarah ketika separuh dien ini tergenapkan. Sebuah peristiwa besar yang terjadi di luar rencana dan bisa terjadi semata karena skenario Alloh yang luar biasa. Skenario yang tetap menjadi misteri hingga peristiwa itu terjadi. Kali ini, bertepatan dengan muhasabah cintaku ke 17 kisah itu akan kututurkan.

Sama sekali tidak menduga hari itu akan terjadi peristiwa yang meluluhkan hati, menguji sebuah niatan hanya untuk Alloh semata. Ketika ikhtiar yang selama ini diusahakan, tiba-tiba mendapatkan jawaban dari Alloh dengan jalan yang tidak terduga-duga.

Yap, hari itu, rombongan keluarga (calon) suami datang ke rumah dengan tujuan untuk melakukan khitbah (lamaran) dan melakukan musyawarah rembug tuwo. Sekian waktu berjalan, pembicaraan masih terus berputar tanpa menemukan titik temu tentang kapan akad nikah dan tasyakuran akan dilaksanakan. 

Ketika masih saling menimbang, tiba-tiba abah (panggilan saya untuk kakek) menanyakan satu pertanyaan yang tidak pernah diduga namun menjadi jawaban atas semuanya. "Kalau menikah sekarang, apakah kamu siap?" Entah mendapatkan kekuatan dari mana, segera (calon) suami menjawabnya dengan satu kata, "SIAP."

Aku sendiri tidak bisa menggambarkan perasaanku saat itu yang bercampur aduk jadi satu, antara takut, kaget, bingung dan ragu. Serta merta, kuambil hp dan berlari ke belakang rumah untuk menelpon guruku. Lagi-lagi, jawaban yang kudapatkan atas kegalauan hatiku kembali di luar dugaan. "Alhamdulillah, mungkin ini jawaban Alloh atas doa-doa selama ini dengan dimudahkan dan disegerakan prosesnya," ujar beliau yang membuat hati ini mantap kembali ke ruang keluarga tempat rembug tuwo diadakan dan memberikan jawaban, "YES, I DO."

Maka terjadilah peristiwa itu. Sebuah prosesi pelafalan janji suci berlangsung dengan syahdu dan penuh keharuan. Hanya berjarak dua pekan dari pertama kali proses taaruf. Tidak ada satupun yang mampu kulakukan kecuali sujud syukur dengan linangan air mata. Pun ketika bersimpuh, sungkem kepada orangtua. Doa-doa mereka semakin meyakinkan hati, ini adalah jalan yang diridhoi-Nya. 

Kini suamiku, 17 tahun sudah berlalu, dengan anugerah empat amanah yang mengisi hari-hari kita. Warna-warni dilalui bersama. Ada suka, ada duka. Ada tawa dan air mata. Ada sedih dan bahagia, semua adalah keniscayaan hidup. Semoga sakinah, mawaddah wa rahmah senantiasa dilimpahkan Alloh dalam perjuangan kita mengokohkan bangunan cinta setiap detiknya. 

Janji suci yang sudah terikrar berpuluh tahun yang lalu, selalu kumohonkan kepadaMu dan doa robithoh yang tak henti kupanjatkan kepada-Mu. "Ya Alloh, kuatkanlah ikatan kesatuannya, kekalkanlah kecintaanya, tunjukilah jalannya, penuhilah ia dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup. Lapangkanlah dadanya dengan pancaran iman kepada-Mu dan tawakal yang baik kepada-Mu."

Dan dari semua hal istimewa yang telah kita lalui bersama, hanya satu kalimat yang terus terlintas di tahun ini; "Maka nikmat Alloh manakah yang kamu dustakan?"

*07 Mei 2001 - 07 Mei 2018*

Selasa, 24 April 2018

Membentuk Karakter Anak melalui Kajian Parenting PKK RT


Di ruang tamu yang mungil dan bersih, beberapa ibu muda menyimak dengan tekun pemaparan seorang pembicara, yang juga perempuan. Bertempat di kediaman Wurry Mahardika, Minggu (21/1/2018) mereka berkumpul untuk melakukan kegiatan Kajian Parenting yang pertama dengan tema Mendidik Anak Jaman Now. Nara sumber yang diundang adalah  Direktur Griya Parenting Solo Farida Nuraini.
Di ruang keluarga, tepat di belakang ruang tamu, beberapa anak asyik dengan mainannya sambil menikmati makanan kecil.  Nyonya rumah sengaja menyediakan mainan dan makanan kecil untuk anak-anak agar mereka tenang sambil menunggu ibu mereka menimba ilmu. Namanya juga anak-anak yang masih berusia balita dan Sekolah Dasar (SD), sesekali mereka rebutan mainan sesama temannya dan ibunya pun menenangkannya. Atau mereka minta diantar pipis dan ibunya pun rehat sejenak untuk mengantar sang buah hati ke kamar kecil. Para ibu itu adalah anggota dari Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Rukun Tetangga (RT) 04, Rukun Warga (RW) 07 Bulak Indah Kelurahan Karangasem, Kecamatan Laweyan Surakarta. Kajian Parenting merupakan salah satu program kerja Pengurus PKK RT 04 yang diketuai oleh Intan Nurlaili.  Kajian Parenting ditujukan untuk Ibu-ibu muda (Bunda jaman now), guna memberikan bekal kepada mereka dalam mendidik anak-anak. Meski ditujukan untuk Bunda jaman now, kegiatan Kajian Parenting juga melibatkan Ibu-ibu PKK yang berusia lebih tua, untuk menggali pengalaman dari Ibu yang lebih senior.

“Anak adalah titipan Tuhan. Orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kajian Parenting sangat penting bagi orangtua karena program ini merupakan sekolah bagi orangtua agar orangtua pandai dalam mengasuh, mendidik sang buah hati. Bagaimanapun, Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya,” papar Intan Nurlaili, ibu empat anak yang juga karyaweti radio swasta terkenal di Solo.

Kajian Parenting pertama dipandu oleh Intan Nurlaili dan dihadiri oleh Rina Isnaini, Anik Hidayati, Herlinda, Dewi Kania, Yuni Sri Dianingrum, Rachma Herlina, Dwi Ramadhani, Weni Indrariadi juga nyonya rumah Wurry Mahardika. Acara berlangsung santai tapi serius, diselingi tanya jawab dan diskusi. Meski kadang “terganggu” oleh anak-anak mereka, tapi para Ibu tetap fokus dan mengikuti kegiatan hingga rampung.

Dalam pemaparannya, Farida Nuraini menjelaskan mendidik anak jaman now berbeda dengan pola asuh orangtua jaman dulu. Mengingat telah terjadi pergeseran pola hidup dan ekonomi besar-besaran, ditunjang dengan teknologi canggih yang serba cepat dan mengglobal. Perlu upaya keras dari orangtua untuk mendidik anak menjadi anak mandiri, tangguh, bisa berkarya, kuat dan survive.“Mendidik anak jaman now, tidak sekedar menjadikan anak yang taat dan penurut saja, tapi menjadi anak yang mandiri. Kalau sekedar menjadi anak yang taat, mereka hanya sekedar menuruti keinginan orangtua saja dan hanya menjadi penurut di hadapan kita. Lebih dari itu, kita harus menggali potensi, bakat dan minat anak. Tugas orangtua mengembangkan bakat anak tersebut, walau kadang-kadang tidak langsung kelihatan,”ujar Farida yang juga Ketua PKK RW 2 Karangasem.

Menurutnya, waktu yang paling tepat membentuk seorang anak adalah ketika masih kecil. “Usia anak Ibu berapa?,” tanya Farida kepada salah satu Ibu yang hadir.“Anak saya berumur 13 tahun dan delapan tahun,” jawab Rina Isnaini, Ibu berputra dua, Dika dan Raya, yang berusia 41 tahun ini.“Njenengan masih punya banyak waktu untuk membentuk anaknya. Saat ini waktu yang tepat untuk mendidik anak. Masih ada waktu sampai mereka berusia 18 tahun untuk mendidik mereka. Persiapkan anak-anak agar menjadi anak yang tangguh di masa depan ,” jelasnya.

Farida yang juga Kepala Sekolah SD Al Abidin Surakarta memaparkan, manusia mempunyai karakter yang sudah jadi pada usia 18 – 20 tahun. Waktu kecil inilah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh orangtua untuk membentuk mereka. Kalau sudah terlambat, akan lebih sulit. Walaupun masih bisa, namun membutuhkan energi yang lebih banyak. Ibarat kayu yang sudah tua, ketika ditekuk, akan mudah patah. Berbeda dengan kayu yang masih muda, tidak mudah patah dan bisa dibentuk sesuai keinginan.

Dia mengingatkan kepada orangtua untuk tidak memendekkan mimpi anak-anak. Bangun mimpi anak sejak sekarang agar pola pikirnya menjadi besar, besar dan besar. Orangtua harus jeli menggali potensi, bakat dan minat anak. Kalau sudah ditemukan bakatnya, tinggal mengarahkan dan mengembangkan. “Jangan menghalang-halangi minat anak dengan alasan repot. Lihatlah, apa yang mereka sukai, yang paling banyak menyita waktu mereka. Kesukaan anak masih sering berubah-ubah, ikuti saja dan arahkan. Ada juga yang baru kelihatan saat usia SMA,”tandasnya.

Pada jaman yang sudah mengglobal degan informasi dan teknologi yang canggih, anak-anak harus diarahkan ke wawasan yang lebih luas, mengarah ke internasional. Jika ingin anak sukses dan karya mereka dilihat dunia, kata Farida karya anak harus di-online-kan.

Silaturahmi tetangga 

Masih berkaitan dengan kegiatan Kajian Parenting, pada kesempatan yang lain, Bunda jaman now berkunjung dan bersilaturahmi ke rumah tetangga yang lebih senior. Tentu saja, mereka ingin menggali ilmu dan pengalaman kepada ibu rumah tangga yang lebih berpengalaman dalam mendidik anak-anak. Kali ini mereka berkunjung ke keluarga Suprapto (57 tahun) dan Nanik Supriyanti (52 tahun).

Pasangan yang sama-sama berprofesi sebagai guru ini dikarunia tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak pertama, Praditya Mukti Ali, sudah bekerja di Badan Pertanahan Nasional Yogyakarta. Anak kedua Pranindya Fatimah Zahra mahasiswi Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Dan anak terakhir, Praziztya Murtadha Muthahari, siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Surakarta kelas 9.

Sama seperti suasana di rumah Wurry Mahardika, para Ibu mengajak anak-anak dan mereka bermain di teras rumah. Ketika hujan turun, beberapa anak bermain hujan-hujanan. Anak-anak sengaja diajak agar bersosialisasi, kenal dan akrab dengan anak tetangga. Jika tidak dibiasakan demikian, anak-anak ini tidak mengenal teman dari tetangga sendiri karena keseharian mereka sudah disibukkan dengan kegiatan sekolah, juga ada yang full day school. Tidak setiap hari mereka bisa bertemu dan bermain dengan tetangga sendiri karena jarak rumah satu dengan rumah lain di wilayah RT 04 cukup berjauhan.

Nanik membagikan pengalamannya dalam mendidik anak-anaknya. Tema yang dipilih dalam Kajian Parenting kali ini adalah Menumbuhkan dan menanamkan kebiasaan positif pada anak. Silaturahmi berlangsung Minggu (18/3/2018). Meski sore itu cuaca mendung, tidak menyurutkan semangat para Bunda jaman now untuk menggali ilmu.

“Dasar utama kami mendidik anak adalah berdasarkan agama. Anak kita bukan milik kita. Mereka adalah titipan Allah. Dan kita harus mempertanggungjawabkan di hadapan Allah nanti,” tegas Nanik.

Yang harus diperhatikan dalam menanamkan kebiasaan positif pada anak adalah dengan memberi contoh, suri tauladan yang baik dari orangtuanya. Untuk itu, orangtua dituntut menjaga sikap yang baik secara terus menerus dan konsisten. Perintah atau menyuruh dalam bentuk lisan, tidaklah cukup untuk membiasakan perilaku baik pada anak, tanpa contoh nyata dari orangtuanya.

“Contohnya, kita mengajak anak untuk mengerjakan sholat. Tidak bisa, kita menyuruh anak sholat, sementara kita masih melanjutkan cuci baju. Ketika kita ajak anak untuk sholat, ya kita sudah siap untuk melakukan sholat. Menanamkan kebiasaan positif itu sebenarnya mudah, jika sejak kecil dididik dengan melihat contoh langsung dari orangtuanya,” katanya.

Pengajar di SMA Negeri 7 Surakarta ini menekankan, kedua orangtua harus kompak dan satu suara dalam mendidik anak-anak. Misalnya dalam menghadapi permintaan anak. Sudah lazim jika anak menuntut berbagai permintaan sesuai keinginan mereka. Orangtua harus selektif dalam menuruti permintaan anak dan tidak semua keinginan bisa dituruti. Di sinilah butuh kekompakan dari kedua orangtuanya. Ketika orangtua merasa ada anaknya yang menginginkan sesuatu, kedua orangtua sebaiknya mendiskusikan terlebih dahulu, apakah keinginan anak ini akan dituruti atau tidak. Jika sepakat dituruti, ayah dan ibunya harus satu suara meluluskan. Jika tidak, maka keduanya harus kompak untuk tidak memberikannya.

“Kalau anaknya minta pada ayahnya dan tidak dituruti, lalu merengek ke ibunya, maka ibunya juga jangan menuruti. Kalau sampai salah satu menuruti, si anak akan menempel terus pada ayah atau ibunya yang menuruti itu. Ini tidak baik dalam perkembangan anak,” jelasnya.

Dalam kehidupan bertetangga, pasangan Suprapto – Nanik mengajarkan anak-anaknya untuk berlaku sopan santun, menghargai dan ramah kepada tetangganya. Contohnya, ketika sedang berjalan dan melewati rumah tetangga yang saat itu ada pemiliknya, diajarkan untuk menyapa dan permisi kepada tetangganya itu. Atau jika ada tetangga atau  orang lain yang dikenal lewat di depan rumah, disapa atau diberikan senyuman.

Menghadapi serbuan tehnologi dan komunikasi saat ini, pasangan ini menanamkan keterbukaan pada anak-anak. Mereka diberikan handphone (HP) ketika usia mereka sudah cukup untuk bisa mempergunakan HP dan bertanggung jawab terhadap HP yang dimilikinya. Anak-anak diberikan HP ketika sudah duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ketika berkumpul di rumah, semua HP, baik milik orangtua maupun anak-anak dikumpulkan di satu tempat dan tidak boleh dibawa ke kamar. Orangtua boleh melihat isi HP anaknya dan anak-anak juga diperbolehkan melihat isi HP orangtuanya. Ketika ada salah satu HP bordering, yang mengangkat boleh siapa saja. Sehingga orangtua mengetahui dan bisa memantau kegiatan anak-anaknya.

“Saya tidak memperbolehkan anak-anak bawa HP ke kamar, lalu asyik bermain HP sendiri. Kita seharian sibuk dengan urusan masing-masing. Jangan sampai ketika berkumpul, semua asyik bermain dengan HPnya sendiri-sendiri. Kalau lagi kumpul di rumah, kita bercanda, bertukar cerita di ruang keluarga. Kalau sudah ngantuk, baru masuk ke kamar masing-masing untuk tidur,” katanya. 

Kajian Parenting, Selaras dengan Tujuan PKK

Kajian Parenting yang digagas oleh Intan Nurlaili juga bertujuan untuk menarik Bunda jaman now agar ikut berperan serta dalam kegiatan PKK. Pengurus PKK dituntut jeli dan mencari program kerja yang dibutuhkan dan disukai oleh Bunda jaman now. Pertemuan yang diselenggerakan rutin setiap bulan, tidak sekedar diisi dengan kegiatan kumpul-kumpul, arisan dan makan-makan. Namun  juga diisi dengan berbagai kegiatan yang membawa manfaat, termasuk memberikan bekal kepada para Ibu dalam mendidik anak-anaknya. Waktu kegiatan Kajian Parenting dipilih pada hari Minggu, yang diharapkan bisa dihadiri para bunda ini.

Hal ini sejalan dengan tujuan PKK, yaitu terwujudnya keluarga yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Dari keluargalah, diharapkan tumbuh generasi berakhlak mulia dan berbudi luhur dengan harapan menjadi keluarga sehat sejahtera, maju dan mandiri. Ketika semua sudah tertata dengan baik, diharapkan juga timbul kesetaraan dan keadilan gender dengan memahami tugas masing-masing anggota keluarga. Dengan demikian, akan timbul kesadaran hukum dan lingkungan. Keluarga adalah bentuk negara yang paling kecil. Jika negara paling kecil ini sudah tertata dengan baik, diharapkan terwujudnya Negara Republik Indonesia yang lebih baik.

Bagi Wurry Mahardika (34 tahun), ibunda tiga anak, yaitu Zahra (10 tahun), Raihan (tujuh tahun) dan Ashma (tujuh bulan) ini, Kajian Parenting yang diselenggarakan PKK RT 04 ini penting dan perlu baginya. Sebab, dalam seni mendidik anak, lingkungan sekitar juga memegang peranan yang sangat penting guna terciptanya peradaban yang baik, terutama di lingkungan rumah.

“Kami yang muda-muda ini masih fakir ilmu dan sangat membutuhkan ngangsu kawruh kepada Ibu yang lebih senior. Kita butuh sharing pengalaman dari Ibu-ibu senior yang sudah lebih banyak merasakan asam garam dalam mendidik anak,” ujar istri dari Andrea Hermawan ini.

Senada dengan Wurry, Dewi Kania, Ibu seorang putra, bernama Abyas berusia tujuh tahun ini merasakan manfaatnya mengikuti kegiatan Kajian Parenting RT 04. Hal ini melengkapi Kajian Parenting yang juga secara rutin diikutinya di tempat anaknya menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak.

“Kegiatan parenting di RT bagus banget, melengkapi kajian parenting sekolah anak. Selain menambah ilmu, juga mempererat hubungan dengan tetangga. Manfaat pasti ada, tapi mungkin belum terasa signifikan karena implementasinya juga belum bisa saya terapkan dengan maksimal, ujar Kania, karyawati di Rumah Sakit Paru-paru Surakarta ini.#
Ibu-ibu anggota PKK RT 04 RW VII.
Nb. Tulisan ini adalah penggalan karya dari Sri Mustokoweni, salah satu kader PKK RT 04 RW VII yang luar biasa dan berhasil menang Juara III pada Lomba Jurnalistik PKK tingkat Jawa Tengah.Semua kisah yang ditulisnya adalah kegiatan yang kami jalankan dan masuk dalam program kerja di rt kami. Semoga hal-hal kecil yang kita lakukan di lingkungan kita bisa memberikan manfaat dan inspirasi kebaikan untuk sesama. Aamiiin.***


Senin, 26 Maret 2018

KLA itu.... Keluarga Layak Anak

Bismillah...

Alkisah, hari itu kita jalan-jalan ke Taman Balekambang, kebetulan pas jadwalnya kakak khilya pulang pondok, maka bolehlah pagi itu kita ingin refresh bersama. Apalagi di Balekambang pas ada event Festival Buah, kalau lihat dari foto-foto yang dishare teman-teman sepertinya sangat menggiurkan. Sambil refresh, itung-itung sekalian hunting buah. Eh tapi bukan itu tema yang kali ini ingin dibahas, hanya prolog saja karena inti dari tema kali ini jauh lebih penting jika dibandingkan dengan hunting buah.

Apakah itu, kita lanjutkan kisahnya ya. Harapan bisa hunting buah ternyata hanya sebatas harapan. Hari itu Balekembang sangat ramai dengan ribuan pengunjung sehingga, bagi saya, merasa tidak begitu nyaman. Maka dikuburlah harapan awal dan dibelokkan pada upaya untuk mengajak anak-anak bersenang-senang, salah satunya dengan menuruti keinginan si kecil bermain di arena balon, naik kereta dan memancing di kolam pancing ikan plastik.

Nah, ada kisah yang menyedihkan nih ketika sedang berada di arena memancing dan menggelitik saya untuk menuliskannya di sini. Ketika sedang menunggu Aji dan kakaknya memancing, datangkan satu keluarga ke arena yang sama dengan kami. Ada ayah, ibu dan 2 orang anak, yang satu usia sekitar 6 tahun dan yang kecil masih sekitar 1 tahun.

Ketika mendekat di arena kami, si ibu sibuk mencarikan anaknya yang kecil tempat untuk memancing. "Ayo dik duduk sini sayang," kata ibunya dengan penuh kasih sayang. 

Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan sampai ada satu kalimah yang terucap dari lisan sang ibu dengan nada jengkel. "Kakak...ada apa sih, kalau pengen sesuatu itu ngomong dong, kalau cuma diam gitu mana bunda tahu. Bunda nggak suka kalau seperti itu," ujarnya. Setelah itu perhatian sang bunda kembali tertuju pada sang adik saja.

Jujur, mungkin hal yang sama pernah juga kita lakukan ketika ingin tahu apa yang diinginkan oleh anak kita tapi dia diam seribu bahasa. Iya khan...Target kita adalah supaya anak  berani menyampaikan keinginannya dengan barucap. Si anak mungkin butuh membangun keberanian dan kepercayaan dirinya untuk menyampaikan keinginannya, apakah yang dia inginkan cukup berharga untuk didengarkan, apakah yang dia pikirkan cukup bernilai untuk dihargai?
Dan ketika dia berani berucap, berarti dia sudah berjuang mengalahkan ketakutannya dan apapun yang dia katakan patut mendapat apresiasi. Setidaknya itu yang saya fahami sebagai upaya untuk menghargai anak, sebagai upaya untuk menempatkan anak sebagai pribadi yang memiliki harga diri.

Namun sayangnya kejadian selanjutnya membuat pilu tatkala sang ayah turut ambil andil saat si kakak tak kunjung juga bersuara.
"Ayo kak ngomong dong, kakak mau apa?" tanya sang ayah dengan lembut. Hal itu rupanya menumbuhkan keberanian sang kakak yang akhirnya memberanikan diri untuk berbisik kepada ayahnya.

Saya tidak mendengar apa yang dibisikkan anak itu tapi dari respon yang diberikan ayahnya saya menjadi tahu apa keinginan yang dari tadi dipendamnya. Respon yang membaut pilu hati saya, membuat saya berempati pada anak itu. Nah, apa sih responnya?

Serta merta si ayah berkata dengan sinisnya tapi masih mencoba membalutkan dengan kata-kata lembut, "Oh...jadi kakak ingin memancing, gapapa ayo sini memancing sama adik, kakak khan masih bayi ya. Ini lho dik, kakak masih bayi ingin memancing."

Disayat sembilu

Mendengar kata-kata itu menjadikan hati ini disayat sembilu. Betapa tidak, saya yakin sang kakak pasti sudah mengumpulkan keberaniannya untuk menyatakan apa yang dia inginkan. Namun setelah dia berhasil menaklukkan ketakutan tersebut, tiba-tiba harus menghadapi respon yang menjatuhkan harga dirinya.

Mendengar komentar sang ayah tadi, kakak dengan ragu-ragu mengambil pancing yang ada di depannya dan masih berniat untuk mewujudkan keinginanya meski harga dirinya telah dilukai karena dikatakan sebagai bayi. Tapi lagi-lagi, melihat kakak tetap bersikukuh ingin memancing, sang ayah seperti tidak ikhlas dan serta merta membisikkan kata-kata ke telinga kecilnya dengan suara yang cukup jelas terdengar oleh saya. Kata-kata penekanan lebih dalam lagi dari sebelumnya. "Kakak khan masih bayi ya mau main pancing. Kakak masih bayi...." ujarnya dengan nada mengejek.

Kata-kata itu lengkap dengan intonasinya cukup memberikan gambaran kepada saya bahwa  si ayah ingin kembali menekankan menekankan bahwa memancing tidak layak dilakukan oleh sang kakak jika dia tidak ingin dikatakan sebagai BAYI.

Anda bisa membayangkan bagaimana perasaan sang kakak waktu itu? Seorang anak yang ingin dihargai posisinya sebagai kakak tapi dihancurkan harga dirinya dengan memberinya lebel bayi. Maka demi mempertahankan harga diri, setidaknya di mata orangtuanya, dengan raut muka murung, perlahan dia meletakkan kembali pancing yang sudah di tangannya dan menjauh dari arena.

Melihat apa yang dilakukan anak itu, sang ayah terlihat tersenyum puas karena target tercapai. Memang, si kakak akhirnya tidak bermain pancing untuk mempertahankan harga dirinya. Tapi saya sungguh tidak habis pikir,  apa yang salah dengan bermain pancing bagi seorang anak berusia sekitar 6 tahun. Bukankah melarangnya bermain berarti menghalangi anak untuk mendapatkan haknya? Hak untuk bermain, bereksplorasi, bergembira dan dihargai.

Saya tidak tahu apa alasan sang ayah melarang anaknya bermain pancing. Tapi apapun alasannya, dengan kata-kata dan lebel yang (mungkin) diucapkan sang ayah tanpa rencana, secara tidak sadar telah membuat luka pada hati anaknya. Luka karena tidak dihargai keinginan, pendapat dan harga dirinya untuk satu hal yang sangat logis dilakukan anak-anak. Bisa jadi, hal itu akan menjadikan sang kakak semakin tidak percaya diri dan takut menyampaikan pendapatnya. Bukankan rasa percaya diri pada anak sangat penting untuk masa depannya?

Ayah...bunda...hal kecil itu mungkin lepas dari perhatian kita, betapa anak kecilpun punya harga diri yang penting untuk dihargai. Jaga buah hati kita yuk, jadikan keluarga kita adalah tempat yang nyaman untuk tumbuh kembang anak kita dan yang paling penting menghargai hak-haknya. Tidak hanya kota saja khan yang dipromosiakan menjadi KLA alias Kota Layak Anak, tapi justru yang paling mendasar adalah keluarga kitalah yang harus pertama menjadi KLA yaitu Keluarga Layak Anak. (end)

x

Minggu, 04 Maret 2018

Ekspresi Menentukan Prestasi


Bismillah...

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk introspeksi diri, salah satunya adalah dengan meminta masukan kepada orang-orang yang banyak berinteraksi dengan kita. Melalui cara itu, kadang kita akan menemukan fakta di luar dugaan kita dan jika itu adalah sebuah kenyataan dan bisa membuat kita berubah menjadi lebih positif, mengapa tidak?


Memasuki bulan muharrom, diniatkan untuk melakukan muhasabah. Selain secara mandiri, maka mulailah mencari masukan ke teman-teman kantor dimana saya menghabiskan waktu delapan jam sehari dari jam 08.00 sampai 16.00.


Pada sebuah morning briefing yang dilakukan setiap senin pagi, saya sengaja meminta teman-teman untuk memberikan masukan kepada saya, hal-hal apa yang mereka temui dalam diri saya dan membuat mereka tidak nyaman.


Hasilnya, benar-benar di luar dugaan. Sesuatu yang sama sekali tidak terduga dan menjadi pengamatan, rerasan bahkan pertanyaan di benak mereka. Dan satu hal itu sepenuhnya di luar dugaan saya. Apakah satu hal itu? Ia adalah EKSPRESI.


Teman-teman tim marketing ternyata benar-benar pengamat sejati dari ekspresi saya dan parahnya saya sama sekali tidak menyadarinya. Saya tidak sampai menduga bahwa ekspresi saya akan memberikan dampak besar pada mood dan kinerja mereka. Olala...sungguh jadi feeling guilty bener deh.


Hingga pada suatu saat ketika kita melakukan morning breafing bersama, saya berniat untuk meminta masukan dari tim terkait apapun, termasuk masukan tentang diri saya. Faktanya, ditemukan beberapa masukan yang membuat saya di satu sisi merasa berterima kasih dan di sisi lain merasa bersalah. Ingin tahu apa saja pernyataan mereka?


Let's see:

1. "Mbak Intan...katanya selalu terbuka menerima semua masukan, tapi yang kita rasakan nih setiap kali kita kasih masukan yang tidak sama dengan usulan mbak intan tuh, tiba-tiba ekspresinya langsung berubah gitu. Jadinya kita yang mau meneruskan sudah gak enak hati."
=ehm...suer saya tipe orang terbuka dengan setiap masukan, tapi tiba-tiba ekspresi berubah itu apakah benar begitu ya? itu yang selama ini tidak kusadari. ah..jadi harus lebih berhati-hati nih untuk berekspresi dan belajar untuk mengatur ekspresi yang tidak annoying meski kita merasa biasa-biasa saja.

2. "Kita nggak tahu nih ya mbak, kadang masalah apa yang dipikirkan mbak intan. Tapi ketika pagi hari, kita datang ke kantor, trus lihat mbak intan sudah duduk di depan komputer dengan muka yang serius (baca:cemberut) tuh membuat kita bertanya-tanya. Ada apa ya? Kita punya salah apa ya? trus ujung-ujungnya langsung menerjunkan mood kita, jadi males marketingan. Bener deh mbak, nggak enak bener dilihatnya."

=duh..duh...yang satu ini nih bikin feeling guilty banget. emang sih kadang pagi-pagi udah serius dan sibuk sendiri dengan kerjaan yang terus menggunung gak pernah ada matinya. Tapi semua itu nggak ada kaitannya kok dengan kalian. Maafkan ya kalau akhirnya menjadikan tidak semangat melakukan job. Nah ini nih yang dikatakan ekspresi menentukan prestasi.

Maka kemudian, sejak saat itulah saya berjanji bahwa setiap pagi harus memasang muka manis, tersenyum ceria dan sumringah penuh suka cita. Hehe... Bukan napa-napa sih, kalau mereka gak mood jualan trus target tidak tercapai, maka jadi kacau. Duh...bisa berabe, apa yang saya katakan pada pak bos nantinya. Masak harus ngomong target tidak tercapai gara-gara ekspresi saya. Nggak banget deh. so sad...


Itulah sepengkal kisah saya tentang begitu eratnya kaitan antara ekspresi dan prestasi. Terima kasih buat teman-teman satu timku yang sudah kasih banyak introspeksi untuk bahan muhasabah. Kalian...terbaiiiik.....(end)






Senin, 04 September 2017

[REVIEW] Purbasari Hi-Matte Lip Cream, Sempurnakan Cantikmu




Kadangkala kaum hawa kebingungan untuk mencari make up yang sesuai. Begitu juga dengan saya. Jujur, saya bukan tipe orang yang suka banget pakai make up jika keluar rumah, inginnya tampil natural di setiap kondisi. Tapi bekerja di sektor publik menjadikan saya perlu berkenalan dengan make up.


Kebingungan saya terjawab sudah dengan hadirnya produk make up dari Purbasari. Biasanya, kenal dan menggunakan produk-produk dari Purbasari atau PT Gloria Origata Cosmetics bukan produk make upnya, lebih pada lulur dan perawatan tubuh dan taraaa...hadir di acara Cantik Bersama Purbasari yang digelar di Solo Paragon mall akhir agustus lalu mengubah persepsi saya tentang Purbasari yang ternyata memiliki produk kecantikan yang lengkap, mulai lulur mandi Purbasari dan krim kaki Kana yang biasa saya pakai, krim wajah New Cell, spray cologne Amara, lulur mandi dan pemutih untuk remaja Softwhite, decorative series Freya, pembersih wajah Cleanface dan tentu produk make up serta lipstick lengkap yang sudah dipasarkan di seluruh Indonesia. It's true...



Satu kalimat yang membuat saya tertarik adalah pernyataan dari Margareta Sianne, Channel Activation Specialist Purbasari.  Menurut Sianne, point penting dalam make up adalah lipstick! Padahal, saya orang yang paling picky masalah lipstick. Banyak pertimbangan. 

Tapi ketika dikenalkan dengan produk keluaran baru dari Purbasari yaitu Purbasari Hi-Matte Lips Cream Hidra Series ini, saya langsung jatuh hati. ahay....


Nah, seperti apa sih penjelasan Purbasari terkait dengan produk terbaru mereka? Kita simak yuk...

Purbasari Hi-Matte hadir dengan 5 varian warna cantik yang cocok digunakan semua wanita Indonesia, kapanpun, dan dimanapun, yaitu 01   Vinca, 02   Azalea, 03  – Lantana, 04   Zinnia dan 05  - Freesia.
@purbasarimatte.lipstik



Purbasari Hi-Matte, merupakan satu-satunya lip cream dengan karakter yang maksimal, meliputi:

 high pigmented
 high coverage
 long lasting
 fast drying
 mudah digunakan
 ringan di bibir

no transfer
memberikan kelembapan di bibir
mengandung antioksidan


mengandung UV Filter yang dapat melindungi bibir dari efek buruk sinar matahari




Pada produk new release ini Purbasari begitu memahami kebutuhan wanita yang sering terpapar sinar matahari sepanjang tahun. Paparan sinar matahari yang berlebih inilah dapat membakar, membuat bibir kering & meningkatkan produksi pigmen melanin di bibir yang menyebabkan warna bibir menjadi lebih gelap. 

Untuk mencegah warna bibir menjadi lebih gelap, maka pilihlah produk yang mengandung antioksidan & UV filter, seperti Purbasari Hi-Matte, sehingga bibir wanita Indonesia terlindung dari efek buruk sinar matahari.


Nah cukup jelas khan ulasan dari Purbasari, lalu apa yang membuat saya jatuh hati? Pengen tahu, keep on reading ya di review saya
Kemasan box Purbasari terlihat elegan. Kotak yang dominan warna hitam dengan kombinasi emas menjadikan produk ini mewah. Logo halal MUI tercantum di salah satu sisi kemasan menjadikan saya semakin mantap mengenakan lipstick ini. Lebih mantap saja rasanya. 

Di kemasannya, semua keterangan terkait produk cukup jelas tertera, mulai dari pilihan warna, ingredients, kode produksi, produsen, exp date dan berat produk.





Ketika dibuka, kemasan lip cream berbentuk kotak yang tegas namun ramping. Dengan list emas yang memisahkan antara kemasan dan tutup mempercantik tampilan. Meski ada yang mengatakan terkesan tua, tapi bagi saya sih gak masalah. Cantik saja.
@purbasarimatte.lipstik

Aplikatornya cukup panjang, pas dan gampang mengaplikasikannya. Apalagi tekstur lip cream yang creamy menjadikan saya cukup mudah untuk mengoleskan ke bibir.

Bagi saya cukup sekali oles saja sudah bisa mendapatkan warna yang pas, tidak terasa tebal dan langsung menempel di bibir. Memang pada dasarnya saya lebih suka warna yang natural dan light, jadi cocok deh... Makanya dari 5 varian warna, saya cenderung suka no.2 Azalea, pas banget dan masuk dengan warna kulit saya.
www.intannurlaili@blogspot.co.id


Nah, bagaimana dengan daya tahan nih. Akhir-akhir ini saya cukup akrab dengan lip cream yang satu ini dan terbukti lho tahan lama, Purbasari lip cream bisa tahan dari pagi sampai sore pulang kerja.

Dengan berbagai kelebihan yang diberikan, harga yang dipasang di angka 40K - 50K cukup murah. Pokoknya gak bakal rugi deh. Purbasari Hi-Matte Lip Cream worted banget untuk dimiliki.

Terakhir nih, setiap wanita itu cantik. Sepakat? Kalau saya sih yes pastinya. Iya dong setiap wanita itu cantik dan kecantikan alami yang dimiliki oleh wanita akan semakin sempurna dengan sentuhan lipstick yang tepat. Purbasari Hi-Matte Lip Cream tentunya.

Penasaran? yuk dicoba....

Menunggu Anak Saat Penjemputan, Ini Hasilnya

     Bulan September kemarin bisa dikatakan masa jeda bagiku, karena sudah rehat dari kantor lama dan belum mulai menjalankan tugas di kanto...